Kementerian ESDM Terbitkan Aturan Baru Tentang Sistem Pembangkit Listrik Tenaga Surya Atap
Kiki Setiawan & Partners Law Office provides legal consultancy related to Corporate & Commercial legal matters, please call us at +62 21 2963 8070 or drop us an email at mail@ksplaw.co.id.
Energi surya atau tenaga surya adalah energi yang berupa sinar dan panas dari matahari. Energi ini dapat dimanfaatkan untuk membantu aktivitas manusia, salah satunya sebagai sumber listrik. Untuk meningkatkan tata kelola pemanfaatan energi surya yang ramah lingkungan untuk pembangkitan tenaga listrik menggunakan sistem pembangkit listrik tenaga surya atap yang digunakan untuk kepentingan sendiri, perlu dilakukan penyesuaian kebijakan dalam penggunaan pembangkit listrik tenaga suiya atap. Oleh karena itu, Pemerintah melalui Kementerian ESDM menetapkan Peraturan Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2024 Tentang Pembangkit Listrik Tenaga Surya Atap Yang Terhubung Pada Jaringan Tenaga Listrik Pemegang Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik Untuk Kepentingan Umum.
Berikut peraturan tentang sistem Pembangkit Listrik Tenaga Surya Atap: 1. Kuota Pengembangan Sistem PLTS Atap Berdasarkan pasal 7 Permen ESDM 2/2024, Pemegang IUPTLU wajib menyusun kuota pengembangan Sistem PLTS Atap untuk setiap Sistem Tenaga Listrik. Hal yang perlu dipertimbangkan dalam penyusunan kuota pengembangan Sistem PLTS Atap adalah: a. Arah kebijakan energi nasional; b. Rencana dan realisasi rencana usaha penyediaan tenaga listrik; dan c. Keandalan Sistem Tenaga Listrik sesuai dengan ketentuan dalam aturan jaringan Sistem Tenaga Listrik (grid code) Pemegang IUPTLU.
Lebih lanjut, kuota pengembangan Sistem PLTS Atap disusun untuk jangka waktu 5 (lima) tahun yang dirinci untuk setiap tahun dari bulan Januari sampai dengan bulan Desember.
2. Penggunaan Sistem PLTS Atap Kapasitas Sistem PLTS Atap yang akan dipasang oleh calon Pelanggan PLTS Atap di wilayah usaha Pemegang IUPTLU disesuaikan dengan kapasitas kebutuhan calon Pelanggan PLTS Atap berdasarkan kuota pengembangan Sistem PLTS Atap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 Permen ESDM 2/2024. Tata cara penggunaan Sistem PLTS Atap adalah: a. Calon Pelanggan PLTS Atap harus mengajukan permohonan pembangunan dan pemasangan Sistem PLTS Atap kepada Pemegang IUPTLU dengan tembusan kepada Direktur Jenderal EBTKE dan Direktur Jenderal Ketenagalistrikan. (Ps. 14) b. Calon Pelanggan PLTS Atap yang melakukan pembangunan dan pemasangan Sistem PLTS Atap dengan total kapasitas lebih dari 500 kW (lima ratus kilowatt) yang terhubung dalam 1 (satu) sistem instalasi tenaga listrik, wajib mengajukan dan memiliki izin usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan sendiri. (Ps.17) c. Melaksanakan pembangunan dan pemasangan Sistem PLTS Atap, wajib dilakukan oleh Badan Usaha sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang ketenagalistrikan. (Ps. 21) d. Melaksanakan pemeriksaan dan pengujian Sistem PLTS Atap (Ps. 24) e. Wajib menyediakan dan memasang Advanced Meter bagi calon Pelanggan PLTS Atap yang telah memenuhi ketentuan wajib SLO sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 atau Pasal 25 Permen ESDM 2/2024. Advanced disediakan dan dipasang oleh Pemegang IUPTLU paling lambat 15 (lima belas) hari kerja sejak SLO yang diterbitkan oleh lembaga inspeksi Teknik atau bukti penerbitan nomor registrasi dari Menteri diterima oleh Pemegang IUPTLU dari calon Pelanggan PLTS Atap.
3. Aplikasi Sistem PLTS Atap Secara Elektronik Berdasarkan Pasal 30 Permen ESDM 2/2024, Tujuan membangun aplikasi sistem pelayanan dan pelaporan terintegrasi Sistem PLTS Atap secara elektronik oleh Menteri melalui Direktur Jenderal EBTKE adalah: a. Permohonan Sistem PLTS Atap oleh calon Pelanggan PLTS Atap b. Pemberian persetujuan dan penolakan oleh Pemegang IUPTLU c. Informasi pemenuhan kewajiban perizinan berusaha untuk kegiatan penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan sendiri d. Pelaporan penggunaan Sistem PLTS Atap oleh Pemegang IUPTLU e. Akses data produksi energi listrik Sistem PLTS Atap milik Pelanggan PLTS Atap.
Aplikasi tersebut paling sedikit menampilkan informasi mengenai alur proses pembangunan dan pemasangan Sistem PLTS Atap, status permohonan calon Pelanggan PLTS Atap, status pelaporan oleh Pelanggan PLTS Atap dan Pemegang IUPTLU; dan daftar Badan Usaha.
4. Pusat Pengaduan Sistem PLTS Atap Menteri membentuk pusat pengaduan Sistem PLTS Atap untuk menerima dan menindaklanjuti pengaduan dari Pelanggan PLTS Atap atau Pemegang IUPTLU dalam pelaksanaan program Sistem PLTS Atap sebagaimana diatur dalam Pasal 35 Permen ESDM 2/2024. Kedudukan atau lokasi pusat pengaduan Sistem PLTS Atap berada di Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi.
5. Pelaporan Sistem PLTS Atap Berdasarkan pasal 36 Permen ESDM 2/2024, Pemegang IUPTLU wajib menyampaikan laporan penggunaan Sistem PLTS Atap kepada Menteri melalui Direktur Jenderal EBTKE dengan tembusan kepada Direktur Jenderal
Ketenagalistrikan untuk setiap golongan tarif pada masing-masing wilayah Sistem Tenaga Listrik. Laporan disampaikan secara berkala setiap bulan yang memuat paling sedikit: a. Data jumlah Pelanggan PLTS Atap; b. Data jumlah pengajuan permohonan Sistem PLTS Atap; c. Total kapasitas Sistem PLTS Atap; d. Total energi listrik yang disalurkan dari sistem instalasi Pelanggan PLTS Atap ke sistem jaringan Pemegang IUPTLU; dan e. Total energi listrik yang diterima oleh sistem instalasi Pelanggan PLTS Atap dari sistem jaringan Pemegang IUPTLU.
Kiki Setiawan & Partners Law Office provides legal consultancy related to Corporate & Commercial legal matters, please call us at +62 21 2963 8070 or drop us an email at mail@ksplaw.co.id.
Industri hasil tembakau (IHT) merupakan sektor penyumbang penerimaan negara terbesar lewat cukai sehingga penting untuk meningkatkan pelayanan, pembinaan industri, dan pengawasan terhadap produksi dan peredaran hasil tembakau. Oleh karena itu, Pemerintah melakukan pengumpulan atau pemusatan pabrik hasil tembakau untuk mengembangkan daya saing, pembinaan, pelayanan, dan pengawasan serta memberikan kemudahan berusaha bagi Pengusaha Pabrik hasil tembakau pada skala industri kecil dan industri menengah dan usaha mikro, kecil, dan menengah. Pemusatan atau aglomerasi pabrik hasil tembakau tersebut diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2023.
Berikut ketentuan aglomerasi pabrik hasil tembakau: 1. Persyaratan Penyelenggara Aglomerasi Pabrik Hal yg harus dilakukan untuk mendapatkan penetapan sebagai Penyelenggara Aglomerasi Pabrik sebagaimana diatur dalam Pasal 7 Permenkeu 22/2023 adalah: a. Menyampaikan permohonan dengan mencantumkan tanggal kesiapan pemeriksaan lokasi dan perizinan berusaha atau dilengkapi penetapan dari pemerintah daerah, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; serta b. Melakukan pemaparan proses bisnis kepada kepala kantor wilayah atau kepala kantor pelayanan utama.
Penetapan sebagai Penyelenggara Aglomerasi Pabrik dilakukan oleh kepala Kantor Wilayah atau kepala Kantor Pelayanan Utama.
2. Tata Cara Permohonan dan Penetapan Permohonan dan perizinan berusaha atau penetapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 Permenkeu 22/2023 disampaikan secara elektronik melalui sistem aplikasi di bidang cukai. Apabila sistem aplikasi di bidang cukai belum tersedia atau terdapat gangguan operasional maka permohonan dan perizinan berusaha atau penetapan disampaikan secara tertulis kepada kepala Kantor Wilayah melalui kepala Kantor Pelayanan atau kepala Kantor Pelayanan Utama.
3. Kewajiban Penyelenggara Aglomerasi Pabrik Kewajiban Penyelenggara di tempat Aglomerasi Pabrik sebagaimana diatur dalam Pasal 9 Permenkeu 22/2023 adalah: a. Memasang tanda nama perusahaan sebagai Penyelenggara di tempat Aglomerasi Pabrik, pada tempat yang dapat dilihat dengan jelas oleh umum b. Menyediakan ruangan, tempat, sarana kerja, dan/atau fasilitas kerja yang layak bagi Pejabat Bea dan Cukai untuk menjalankan fungsi pelayanan dan pengawasan; c. Menyediakan dan mendayagunakan closed circuit television (cctv) untuk pengawasan, pemasukan, dan pengeluaran barang yang dapat diakses secara langsung (real time) dan daring (online) oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai serta memiliki data rekaman paling sedikit 7 (tujuh) hari sebelumnya d. Melaporkan kepada kepala Kantor Pelayanan Utama atau kepala Kantor Pelayanan yang mengawasi tempat Aglomerasi Pabrik, terkait data Pengusaha Pabrik dan/atau pengusaha lainnya yang berada di tempat Aglomerasi Pabrik, sebelum Pengusaha Pabrik dan/atau pengusaha lainnya mulai beroperasi e. Melaporkan kepada kepala Kantor Pelayanan Utama atau kepala Kantor Pelayanan yang mengawasi tempat Aglomerasi Pabrik, dalam hal terdapat perubahan data Pengusaha Pabrik yang tidak beroperasi atau memiliki perubahan tata letak di tempat Aglomerasi Pabrik maksimal 14 hari setelah perubahan f. Mengajukan permohonan perubahan keputusan mengenai penetapan sebagai Penyelenggara kepada kepala Kantor Wilayah atau kepala Kantor Pelayanan Utama, apabila terdapat perubahan data yang tercantum dalam keputusan mengenai penetapan sebagai Penyelenggara kepada kepala Kantor Wilayah atau kepala Kantor Pelayanan Utama.
4. Tata Cara Pemberian Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai (NPPBKC) Setiap orang yang akan menjalankan kegiatan sebagai Pengusaha Pabrik hasil tembakau di tempat Aglomerasi Pabrik wajib memiliki NPPBKC. Tata Cara mendapatkan NPPBKC adalah: a. Memaparkan proses bisnis yang dilakukan oleh pemilik atau penanggung jawab maksimal 3 hari kerja setelah tanggal penerbitan berita acara pemeriksaan lokasi kepada kepala Kantor Pelayanan Utama atau kepala Kantor Pelayanan bersama dengan kepala Kantor Wilayah. b. Kepala Kantor Pelayanan Utama atau kepala Kantor Pelayanan yang mengawasi selanjutnya akan memberikan persetujuan dengan menerbitkan NPPBKC atau penolakan dengan menerbitkan surat penolakan disertai alasan penolakan maksimal 1 jam setelah pemaparan.
5. Kewajiban Pengusaha Pabrik Berdasarkan Pasal 14 Permenkeu 22/2023, Pengusaha Pabrik yang menjalankan kegiatan menghasilkan barang kena cukai berupa hasil tembakau diwajibkan untuk: a. Menyelenggarakan pembukuan atau melakukan pencatatan atas persediaan; b. Membuat dokumen cukai terkait mutasi barang kena cukai untuk barang yang selesai dibuat menjadi barang kena cukai; dan c. Melaksanakan semua kewajiban sebagai pengusaha barang kena cukai. Namun, Pengusaha Pabrik tidak diwajibkan untuk mengajukan permohonan penetapan tarif cukai dan menyampaikan pemberitahuan barang kena cukai hasil tembakau yang selesai dibuat.
Prosedur Operasional Standar Penyelenggaraan Sistem Penyediaan Air Minum
Kiki Setiawan & Partners Law Office provides legal consultancy related to Corporate & Commercial legal matters, please call us at +62 21 2963 8070 or drop us an email at mail@ksplaw.co.id.
Air minum adalah air yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidrasi pada tubuh manusia. Oleh karena itu, penting untuk memperhatikan prosedur dalam penyediaan air minum agar menghasilkan air minum yang berkualitas dan sesuai dengan standar kesehatan. Dalam rangka mewujudkan hal tersebut dan melaksanakan ketentuan Pasal 43 ayat (3) dan Pasal 46 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 122 Tahun 2015 tentang Sistem Penyediaan Air Minum, ditetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2020 tentang Prosedur Operasional Standar Penyelenggaraan Sistem Penyediaan Air Minum (Permen PUPR 4/2020).
Berikut adalah prosedur operasional standar penyelenggaraan sistem penyediaan air minum:
1. Tahapan pelaksanaan POS Penyelenggaraan Sistem Penyediaan Air Minum Berdasarkan Pasal 16 Permen PUPR 4/2020, tahapan pelaksanaan POS adalah sebagai berikut: a. Pembentukan tim prosedur operasional standar; b. Penyusunan prosedur operasional standar; c. Sosialisasi dan distribusi prosedur operasional standar; dan d. Pemantauan dan evaluasi penerapan prosedur operasional standar. POS Pengembangan dan Pengelolaan SPAM diterapkan oleh BUMN, BUMD, UPT, dan UPTD dalam pelaksanaan Penyelenggaraan SPAM.
2. Pembentukan Tim Prosedur Operasional Standar Setiap BUMN, BUMD, UPT, dan UPTD membentuk tim prosedur operasional standar untuk memastikan efektivitas penerapan prosedur operasional standar sebagaimana diatur dalam Pasal 17 Permen PUPR 4/2020. Tim prosedur operasional standar terdiri atas: A. Perwakilan Manajemen Tugas perwakilan manajemen sebagaimana diatur dalam Pasal 18 Permen PUPR 4/2020 adalah: a. Mengoordinasikan penerapan prosedur operasional standar; b. Melakukan evaluasi penerapan prosedur operasional standar melalui rapat tinjauan manajemen; c. Mengendalikan penerapan prosedur operasional standar; dan d. Melaporkan hasil evaluasi penerapan prosedur operasional standar kepada pimpinan tertinggi.
Perwakilan manajemen bertanggung jawab kepada pimpinan tertinggi BUMN, BUMD, UPT, atau UPTD.
B. Penyusun Tugas penyusun sebagaimana diatur dalam Pasal 19 Permen PUPR 4/2020 adalah: a. Merencanakan penerapan prosedur operasional standar b. Menyusun prosedur operasional standar c. Melakukan pengendalian dokumen prosedur operasional standar d. Melakukan sosialisasi penerapan prosedur operasional standar e. Melakukan distribusi dokumen prosedur operasional standar f. Melaporkan penerapan dan penyusunan kepada perwakilan manajemen.
Penyusun dipimpin oleh salah satu kepala bagian unit kerja atau fungsi jabatan yang setara, dan beranggotakan perwakilan dari tiap unit kerja yang memiliki pengetahuan mengenai tata laksana kerja di unit kerjanya. Penyusun bertanggung jawab kepada pimpinan tertinggi BUMN, BUMD, UPT, atau UPTD.
C. Auditor mutu internal Tugas auditor mutu internal sebagaimana diatur pada Pasal 20 Permen PUPR 4/2020 adalah: a. Memantau penerapan prosedur operasional standar di lingkungan internal BUMN, BUMD, UPT, atau UPTD b. Melakukan audit penerapan prosedur operasional standar c. Memberikan rekomendasi terhadap penerapan prosedur operasional standar berdasarkan hasil audit d. Melaporkan hasil audit penerapan prosedur operasional standar kepada perwakilan manajemen
Auditor mutu internal bertanggung jawab kepada perwakilan manajemen. Anggota auditor mutu internal harus telah mengikuti pelatihan audit mutu internal.
3. Penyusunan Prosedur Operasional Standar Penyusunan prosedur operasional standar dilakukan melalui pemetaan Proses Bisnis BUMN, BUMD, UPT, atau UPTD oleh penyusun. Hal yang dilakukan oleh penyusun dalam melakukan pemetaan Proses Bisnis sebagaimana diatur dalam Pasal 21 Permen PUPR 4/2020 adalah: a. Inventarisasi setiap proses dan aktivitas organisasi b. Pendefinisian ruang lingkup setiap proses dan aktivitas organisasi c. Identifikasi dan analisis hubungan antara proses bisnis utama dan proses bisnis pendukung; d. Inventarisasi uraian tugas dan fungsi masing-masing unit kerja e. Identifikasi hubungan proses antar unit kerja dari uraian tugas pokok tiap unit kerja berdasarkan struktur organisasi f. Verifikasi dengan unit kerja terkait
Hasil penyusunan pemetaan Proses Bisnis disahkan oleh pimpinan tertinggi BUMN, BUMD, UPT, atau UPTD.
4. Sosialisasi dan Distribusi Prosedur Operasional Standar Berdasarkan Pasal 25 Permen PUPR 4/2020, sosialisasi dan distribusi prosedur operasional standar dilakukan oleh penyusun untuk seluruh unit kerja terkait secara tercatat dan terkendali.
5. Pemantauan dan Evaluasi Penerapan Prosedur Operasional Standar Pemantauan dan evaluasi penerapan prosedur operasional standar dilakukan paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun atau dalam hal diperlukan. Hasil pemantauan penerapan prosedur operasional standar disampaikan dalam rapat tinjauan manajemen sebagai bahan evaluasi penerapan prosedur operasional standar sebagaimana diatur dalam Pasal 26 Permen PUPR 4/2020.
Layanan transportasi online merupakan sarana transportasi berbasis aplikasi yang hadir sebagai pilihan alternatif angkutan umum di masyarakat. Berdasarkan data dari CNBC Indonesia, terdapat 21,7 juta masyarakat di Indonesia yang menggunakan aplikasi transportasi online pada tahun 2020. Alasan penggunanya pun beragam, mulai dari kemudahan dalam memesan dan menggunakan aplikasi transportasi online, kecepatan dalam mencapai tujuan, harga yang terjangkau, merasa lebih nyaman dibandingkan transportasi umum dan sebagainya. Oleh karena itu, adanya layanan transportasi online dianggap sudah menjadi bagian dari penunjang aktivitas masyarakat sehari-hari. Namun, pada tanggal 25 Maret 2024 terjadi insiden yang menggegerkan publik mengenai layanan transportasi online. Driver taksi online berinisial MGS melakukan tindak kekerasan berupa pengancaman dan pemerasan kepada penumpangnya yang berinisal CP. Insiden tersebut terjadi di ruas toll Jakarta-Tangerang pada Senin malam. Diketahui, MGS telah melakukan pengancaman serta memeras CP dengan uang sebesar 100 juta rupiah pada kejadian tersebut. Namun karena korban menolak, MGS nekat merampas handphone dan tas yang berisi laptop milik CP. Akibat kejadian tersebut, handphone korban diambil oleh pelaku dan CP mengalami luka lebam di beberapa bagian tubuhnya.
Atas perbuatan yang dilakukan MGS, pelaku dijerat pasal 368 KUHP tentang Pemerasan Dengan Pengancaman & Pasal 335 KUHP tentang Pemaksaan dengan Kekerasan. Unsur-unsur dalam Pasal 368 ayat 1 KUHP yaitu sebagai berikut: 1. Adanya subjek hukum/orang yang melakukan; 2. Melakukan perbuatan melawan hukum dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau supaya membuat hutang maupun menghapuskan piutang; 3. Perbuatan dilakukan dengan cara memaksa seseorang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan untuk memberikan barang sesuatu baik sebagian maupun keseluruhan milik orang lain;
Sedangkan unsur-unsur dalam Pasal 335 KUHP sebagai berikut: 1. Adanya subjek hukum/orang yang melakukan 2. Melakukan perbuatan melawan hukum dengan maksud untuk memaksa orang lain supaya melakukan, tidak melakukan, atau membiarkan sesuatu 3. Memakai kekerasan atau ancaman kekerasan, baik terhadap orang itu sendiri maupun orang lain. Dari kejadian ini, dapat diambil hikmah bahwa kemudahan menggunakan layanan transportasi berbasis online juga dapat diikuti dengan maraknya tindak kejahatan
Standar Kegiatan Usaha dan Produk pada Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko Sektor Transportasi
Kiki Setiawan & Partners Law Office provides legal consultancy related to Corporate & Commercial legal matters, please call us at +62 21 2963 8070 or drop us an email at mail@ksplaw.co.id.
Transportasi merupakan unsur vital dalam kehidupan bangsa dan dalam memupuk kesatuan dan persatuan bangsa. Pembangunan di bidang transportasi sebagai pendukung pembangunan sektor lainnya dalam mewujudkan sasaran pembangunan nasional di seluruh wilayah Indonesia, baik di perkotaan maupun di perdesaan. Wajib bagi pemerintah untuk memberikan kemudahan berusaha serta menjaga keberlangsungan usaha dan daya tahan industri angkutan umum, sehingga perlu dilakukan penyesuaian pengaturan persyaratan standar usaha penyelenggaraan angkutan umum penumpang dan angkutan barang. Oleh karena itu, Pemerintah menerbitkan Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor PM 13 Tahun 2023 Tentang Standar Kegiatan Usaha dan Produk pada Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko Sektor Transportasi.
Berikut standar kegiatan usaha dan produk pada penyelenggaraan perizinan berusaha berbasis risiko sektor transportasi: 1. Standar Usaha Angkutan Barang Khusus Standar usaha angkutan barang berbahaya dan khusus ini memiliki nomor KBLI 4943. Penggolongan usaha angkutan barang khusus terdiri atas angkutan barang khusus berbahaya dan angkutan barang khusus tidak berbahaya. Persyaratan umum usaha yang ditentukan adalah durasi sesuai dengan ketentuan Lembaga OSS. Sedangkan persyaratan khususnya adalah sebagai berikut: a. Memenuhi registrasi untuk mendapatkan Tanda Nomor Kendaraan Bermotor dari Kepolisian Negara Republik Indonesia; b. Dokumentasi kendaraan 3 (tiga) dimensi; c. Merencanakan lintasan operasional yang akan ditetapkan; d. Beroperasi sesuai dengan lintasan yang telah ditetapkan; e. Lulus pengujian berkala yang dibuktikan dengan kartu uji yang dilakukan oleh unit pengujian berkala kendaraan bermotor yang terakreditasi; f. Memenuhi Standar Pelayanan Minimal Angkutan Barang Khusus; g. Menyiapkan dokumen Sistem Manajemen Keselamatan; h. Dilengkapi dengan surat muatan barang; i. Plakat atau label Barang Berbahaya yang memuat tanda khusus harus melekat pada sisi kiri, kanan, depan, dan belakang Mobil Barang dan disesuaikan dengan jenis peruntukannya; j. Tulisan nama perusahaan atau pemilik secara jelas, alamat, nomor telepon, dan nomor uji kendaraan di samping kiri dan kanan pada pintu depan Mobil Barang; k. Nomor pengaduan yang harus melekat pada sisi kiri dan kanan pintu bagian belakang Mobil Barang; l. Kartu identitas pengemudi yang ditempatkan pada das bor; m. Menempatkan perangkat sistem pemosisi global pada setiap Mobil Barang; n. Dilengkapi alat pemantau untuk kerja pengemudi yang dapat merekam kecepatan kendaraan dan perilaku pengemudi dalam mengoperasikan kendaraan; dan o. Memiliki sertifikat kompetensi pengemudi angkutan Barang Berbahava.
Penilaian kesesuaian tinggi dilakukan melalui verifikasi terhadap kelengkapan dokumen, pemeriksaan fisik, kunjungan lapangan dan otentifikasi melalui layanan perizinan secara elektronik. Penilaian ini dilakukan oleh Direktur Jenderal Perhubungan Darat untuk memastikan angkutan barang khusus memenuhi standar dan bisa diberikan perizinan berusaha. Pengawasan Angkutan Barang khusus dilakukan untuk mengevaluasi kinerja perusahaan terkait aspek keamanan dan keselamatan, memastikan pemenuhan persyaratan teknis dan layak jalan serta melalui kartu pengawasan, sistem aplikasi e-manifest elektronik, dan Global Postioning System (GPS) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
2. Standar Usaha Angkutan Orang Dengan Kendaraan Bermotor Umum Dalam Trayek Standar usaha angkutan orang dengan kendaraan bermotor umum dalam trayek memiliki nomor KBLI 49211, 49212, 49213, 49214, 49215, 49216, 49219, 49411, 49412, 49413, 49414, 49415 dan 49429. Penggolongan usaha untuk Angkutan Orang Dengan Kendaraan Bermotor Umum Dalam Trayek terdiri atas Angkutan Lintas Batas Negara, Angkutan Antarkota Antarprovinsi (AKAP), Angkutan Antarkota Dalam Provinsi (AKDP) serta Angkutan Perkotaan dan Angkutan Perdesaan. Persyaratan umum usaha yang ditentukan adalah durasi sesuai dengan ketentuan Lembaga OSS. Sedangkan persyaratan khususnya adalah sebagai berikut: a. Memiliki paling sedikit 5 (lima) kendaraan yang dibuktikan dengan salinan Surat Tanda Nomor Kendaraan, Sertifikat Registrasi Uji Tipe untuk kendaraan baru, bukti lulus uji berkala dan foto kendaraan; b. Memiliki dan/ atau menguasai tempat penyimpanan kendaraan (pool); c. Memiliki dan/atau bekerjasama dengan pihak lain yang mampu menyediakan fasilitas pemeliharaan kendaraan bermotor; d. Kesesuaian dengan perencanaan kebutuhan kendaraan (kuota) yang ditetapkan; e. Menyusun rencana bisnis (business plan) Perusahaan Angkutan Umum; f. Memenuhi Standar Pelayanan Minimal Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Dalam Trayek; g. Menyiapkan dokumen Sistem Manajemen Keselamatan; h. Menerapkan sistem pemesanan secara elektronik; dan i. Memasang alat pemantauan pergerakan kendaraan secara elektronik.
Penilaian kesesuaian menengah tinggi dilakukan melalui verifikasi terhadap dokumen dan fisik, kunjungan lapangan serta otentifikasi melalui layanan perizinan secara elektronik. Penilaian ini dilakukan oleh Direktur Jenderal Perhubungan Darat, Kepala Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek, Gubernur, Bupati/Wali Kota sesuai kewenangannya untuk memastikan pemenuhan standar Angkutan Orang Dengan Kendaraan Bermotor Umum Dalam Trayek. Sedangkan pengawasan dilaksanakan melalui pengawasan Global Postioning System (GPS) untuk kesesuaian rute dengan yang tercantum pada kartu pengawasan.
3. Standar Usaha Angkutan Orang Dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek Standar usaha ini memiliki nomor KBLI 49221, 49216, 49229, 49421, 49422 dan 49429. Penggolongan usaha terdiri dari Angkutan Orang dengan Menggunakan Taksi, Angkutan Orang dengan Tujuan Tertentu, Angkutan Orang untuk Keperluan Pariwisata dan Angkutan Orang di Kawasan Tertentu. Persyaratan umum usaha yang ditentukan adalah durasi sesuai dengan ketentuan Lembaga OSS. Sedangkan persyaratan khususnya adalah sebagai berikut: a. Memiliki paling sedikit 5 (lima) kendaraan yang dibuktikan dengan salinan Surat Tanda Nomor Kendaraan, Sertifikat Registrasi Uji Tipe untuk kendaraan baru, bukti lulus uji berkala dan foto kendaraan; b. Memiliki dan/ atau menguasai tempat penyimpanan kendaraan (pool); c. Memiliki dan/atau bekerjasama dengan pihak lain yang mampu menyediakan fasilitas pemeliharaan kendaraan bermotor; d. Kesesuaian dengan perencanaan kebutuhan kendaraan (kuota) yang ditetapkan; e. Menyusun rencana bisnis (business plan) Perusahaan Angkutan Umum; f. Memenuhi Standar Pelayanan Minimal Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek; g. Menyiapkan dokumen Sistem Manajemen Keselamatan; h. Menerapkan sistem pemesanan secara elektronik; dan i. Memasang alat pemantauan pergerakan kendaraan secara elektronik.
Direktur Jenderal Perhubungan Darat, Kepala Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek, Gubernur, Bupati/Wali Kota sesuai kewenangannya melakukan verifikasi melalui pemeriksaan dokumen, pemeriksaan fisik, kunjungan lapangan melalui layanan perizinan secara elektronik untuk memastikan pemenuhan standar usaha angkutan orang dengan kendaraan bermotor umum tidak dalam trayek. Sedangkan pengawasan dilaksanakan melalui pengawasan Global Postioning System (GPS) untuk kesesuaian rute dengan yang tercantum pada kartu pengawasan.
Simak! Berikut Dasar Hukum Pendirian Usaha Laboratorium Medis
Kiki Setiawan & Partners Law Office provides legal consultancy related to Corporate & Commercial legal matters, please call us at +62 21 2963 8070 or drop us an email at mail@ksplaw.co.id.
Maraknya usaha laboratorium medis di Indonesia membuat Pemerintah mengeluarkan dasar hukum bagi pelaku usaha laboratorium medis untuk memenuhi standar minimal guna mendapatkan izin usaha atau izin operasional. Sebelumnya dasar hukum tersebut telah diatur di Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 14 Tahun 2021 tentang Standar Kegiatan Usaha Dan Produk Pada Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko Sektor Kesehatan. Selanjutnya pada tahun 2022, Pemerintah mengeluarkan Keputusan Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Nomor HK.02.02/III/2976/2022 untuk melengkapi ketentuan yang lebih tepat dan efektif dalam bidang usaha laboratorium medis.
Berikut Dasar Hukum Pendirian Usaha Laboratorium Medis: 1. Penggolongan Usaha Laboratorium Medis Berdasarkan Permenkes 14/2021, penggolongan usaha laboratorium medis berdasarkan jenis pelayanan terdiri dari dua jenis yaitu : a. Laboratorium Medis Umum Laboratorium Medis Umum adalah laboratorium yang melakukan tes spesimen klinis untuk mendapatkan informasi tentang kesehatan pasien melalui pemeriksaan patologi klinik, mikrobiologi klinik, parasitologi klinik, dan patologi anatomik sesuai dengan klasifikasinya. Laboratorium medis umum terbagi menjadi Laboratorium medis umum pratama dan laboratorium medis Utama. b. Laboratorium Medis Khusus Laboratorium Medis Khusus adalah laboratorium yang melakukan tes spesimen klinis untuk mendapatkan informasi tentang kesehatan pasien Dokumen ini telah ditandatangani secara elektronik yang diterbitkan oleh Balai Sertifikasi Elektronik (BSrE), BSSN melalui pemeriksaan pada salah satu bidang yaitu patologi klinik, mikrobiologi klinik, parasitologi klinik, atau patologi anatomik sesuai dengan klasifikasinya. Laboratorium Khusus juga terbagi menjadi laboratorium medis khusus pratama dan laboratorium medis khusus utama.
Sedangkan penggolongan usaha laboratorium medis berdasarkan kemampuan tes specimen klinis adalah a. Laboratorium Medis Umum Pratama dan Utama b. Laboratorium Medis Khusus Pratama dan Utama
2. Persyaratan Umum Usaha Laboratorium Medis Persyaratan umum usaha laboratorium medis terdiri atas persyaratan umum, persyaratan perpanjangan dan persyaratan perubahan.
Persyaratan umum Usaha Laboratorium Medis adalah: a. Laboratorium Medis milik swasta harus Berbadan Hukum dan memiliki dokumen pembentukan/kepemilikan Laboratorium Medis b. Laboratorium medis mandiri milik pemerintah dan Pemerintah Daerah harus memiliki dokumen surat keputusan pemilik sebagai unit pelayanan teknis/unit pelaksana teknis daerah bagi laboratorium medis mandiri milik pemerintah dan Pemerintah Daerah. c. Pelaku usaha harus dapat memenuhi seluruh persyaratan untuk membuat perizinan baru selama 1 (satu) tahun sejak NIB terbit.
Persyaratan perpanjangan Usaha Laboratorium Medis adalah: a. Perizinan Berusaha Laboratorium Medis yang berlaku. b. Self-assessment paling sedikit terdiri atas sarana, prasarana, peralatan, sumber daya manusia, dan pelayanan.
Persyaratan perubahan Usaha Laboratorium Medis adalah seperti berikut: a. Perizinan Berusaha Laboratorium Medis yang masih berlaku; b. Surat pernyataan penggantian badan hukum, nama Laboratorium Medis, kepemilikan modal, jenis Pelayanan, klasifikasi pelayanan, dan/atau alamat Laboratorium Medis, yang ditandatangani pemilik Laboratorium Medis; c. Dokumen perubahan NIB.
3. Persyaratan Khusus Usaha Laboratorium Medis Persyaratan khusus usaha laboratorium medis sebagaimana diatur dalam Permenkes 14/2021 adalah: a. Memiliki Dokumen Profil Laboratorium Medis yang memuat Visi dan Misi; Surat pernyataan waktu penyelenggaraan laboratorium; Surat pernyataan nama dan alamat laboratorium; Surat pernyataan komitmen Laboratorium Medis untuk memenuhi standar fasilitas Laboratorium Medis beserta standar pelayanan sesuai dengan klasifikasi; Surat pernyataan komitmen melakukan registrasi minimal 1 (satu) kali dalam setahun dan pelaporan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan; dan Surat pernyataan melakukan perpanjangan izin paling lambat 6 (enam) bulan sebelum izin berakhir. b. Memiliki daftar sarana, prasarana, peralatan, sumber daya manusia dan prosedur.
4. Kelengkapan Petunjuk Instrumen Usaha Laboratorium Medis Berdasarkan Kepdirjen Yankes 2976/2022, Instrumen berisi data persyaratan minimal yang dibutuhkan untuk pengurusan proses perizinan laboratorium medis. Berikut adalah penjelasannya: a. Tanda “+” pada kolom instrumen menandakan variabel wajib disediakan oleh laboratorium medis b. Tanda “-” pada kolom instrumen menandakan variabel tidak wajib disediakan oleh laboratorium medis c. Tanda “+/-” pada kolom instrumen menandakan variabel dapat disediakan maupun tidak, disesuaikan dengan kebutuhan laboratorium medis tersebut d. Tanda “*” pada instrumen menandakan variabel diberikan keterangan khusus yang dijelaskan di bawah tabel instrumen.
5. Kelengkapan Data Bangunan Dan Sarana Usaha Laboratorium Medis Berdasarkan Kepdirjen Yankes 2976/2022, Laboratorium Medis yang berada di dalam Klinik Pratama maupun Utama yang tidak memiliki izin operasional tambahan hanya dapat melakukan pelayanan laboratorium setara dengan pelayanan Puskesmas dan hanya dapat memberikan pelayanan untuk kebutuhan internal Klinik dan tidak diperbolehkan menerima permintaan pemeriksaan laboratorium yang berasal dari pasien di luar Klinik.
6. Penilaian Kesesuaian Usaha Laboratorium Medis Penilaian kesesuaian untuk usaha laboratorium medis sebagaimana diatur dalam Permenkes 14/2021 adalah: a. Laboratorim Medis merupakan kegiatan usaha dengan risiko tinggi, sehingga pelaku usaha harus memiliki NIB, dan Izin b. Penilaian kesesuaian dilakukan terhadap pemenuhan standar sesuai ketentuan Peraturan Menteri ini untuk mendapatkan izin Laboratorium Medis yang efektif. c. Pada penilaian persyaratan khusus, pelaku usaha terlebih dahulu melakukan self-assessment yang terdiri dari pelayanan, SDM, sarana, prasarana dan alat kesehatan. d. Penilaian Kesesuaian Laboratorium Medis Umum Utama dan Khusus Utama dilakukan oleh Kementerian Kesehatan melalui Direktorat Jenderal, dengan membentuk Tim yang berasal dari Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan. e. Dalam melakukan penilaian kesesuaian terhadap Laboratorium Medis Umum Utama dan Khusus Utama, Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan dapat melibatkan dinas kesehatan provinsi, dinas kesehatan kabupaten/kota, dan/atau organisasi profesi. f. Penilaian Kesesuaian Laboratorium Medis Umum dan Khusus Pratama dilakukan oleh Pemerintah Daerah provinsi dengan membentuk Tim yang berasal dari DPMPTSP Provinsi, Dinas kesehatan provinsi dan Dinas kesehatan kabupaten/kota. g. Dalam melakukan penilaian kesesuaian terhadap Laboratorium Medis Pratama, Pemerintah Daerah provinsi melibatkan organisasi profesi. h. Penilaian kesesuaian dilakukan melalui verifikasi administrasi dan pengecekan lapangan. i. Verifikasi administrasi dapat dilakukan melalui Aplikasi (sistem Elektronik). j. Pengecekan lapangan dilakukan melalui kunjungan/verifikasi lapangan. k. Untuk perubahan perizinan jenis, kepemilikan modal, klasifikasi, alamat rumah sakit dilakukan kunjungan lapangan oleh Tim. l. Untuk perubahan badan hukum dan nama Laboratorium Medis tidak memerlukan kunjungan lapangan.
7. Pengawasan Usaha Laboratorium Medis Pengawasan Usaha Laboratorium Medis sebagaimana diatur dalam Permenkes 14/2021 adalah: a. Pengawasan dilakukan oleh Kementerian Kesehatan, Pemerintah Daerah provinsi, Pemerintah Daerah kabupaten/kota sesuai dengan tugas pokok dan fungsi masing-masing. b. Kementerian Kesehatan, Pemerintah Daerah provinsi, dan Pemerintah Daerah kabupaten/kota dalam melakukan pengawasan dapat menugaskan tenaga pengawas yang dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan mengenai pengawasan bidang kesehatan. c. Pengawasan dilakukan terhadap pemenuhan standar sesuai dengan ketentuan Peraturan Menteri ini dan kewajiban Laboratorium Medis yang diatur dalam Peraturan Pemerintah yang mengatur mengenai Perizinan Berusaha Berbasis Risiko. d. Pengawasan terhadap perizinan berusaha Laboratorium Medis dilakukan dalam bentuk pengawasan rutin dan pengawasan insidental. e. Pengawasan insidental dilaksanakan berdasarkan pengaduan dari masyarakat dan/atau pelaku usaha. f. Lingkup pengawasan yang dilakukan antara lain meliputi standar pelayanan, sarana, prasarana, dan peralatan, Sumber daya manusia, registrasi laboratorium medis dan update/perbaruan data laboratorium medis.
Aturan Penyelenggaraan Jasa Konstruksi di Indonesia
Kiki Setiawan & Partners Law Office provides legal consultancy related to Corporate & Commercial legal matters, please call us at +62 21 2963 8070 or drop us an email at mail@ksplaw.co.id.
Sektor jasa konstruksi merupakan bagian dari kegiatan masyarakat dalam mewujudkan bangunan yang berfungsi sebagai pendukung atau prasarana aktivitas sosial ekonomi kemasyarakatan guna menunjang terwujudnya tujuan pembangunan nasional. Sektor ini menghasilkan output fisik berupa infrastruktur jalanan, jembatan, pelabuhan serta bangunan sarana dan prasarana yang menjadi pendukung bagi kelancaran aktivitas sektor ekonomi lainnya. Jasa konstruksi memiliki peran yang besar dalam peningkatan daya saing perekonomian nasional, sehingga penyelenggaraannya harus menjamin ketertiban dan kepastian hukum. Oleh karena itu, Pemerintah mengeluarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi.
Berikut aturan penyelenggaraan jasa konstruksi di Indonesia: 1. Jenis Penyelenggaraan Jasa Konstruksi Berdasarkan Pasal 38 UU 2/2017, penyelenggaraan Jasa Konstruksi terdiri atas penyelenggaraan usaha Jasa Konstruksi dan penyelenggaraan Usaha Penyediaan Bangunan. Penyelenggaraan usaha Jasa Konstruksi dapat dikerjakan sendiri atau melalui pengikatan Jasa Kontruksi, sedangkan Penyelenggaraan Usaha Penyediaan Bangunan dapat dikerjakan sendiri atau melalui perjanjian penyediaan bangunan.
2. Ketentuan Pengikatan Jasa Konstruksi Berdasarkan Pasal 39 UU 2/2017, para pihak dalam pengikatan Jasa Konstruksi terdiri atas Pengguna Jasa dan Penyedia Jasa. Pengguna Jasa dan Penyedia Jasa dapat terdiri dari individu atau badan. Pengikatan hubungan kerja Jasa Konstruksi dilakukan berdasarkan prinsip persaingan yang sehat dan dapat dipertanggungjawabkan secara keilmuan.
3. Pemilihan Penyedia Jasa Konstruksi Pemilihan Penyedia Jasa yang menggunakan sumber pembiayaan dari keuangan Negara dilakukan dengan cara tender atau seleksi, pengadaan secara elektronik, penunjukan langsung, dan pengadaan langsung sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan sebagaimana diatur dalam Pasal 42 UU 2/2017.
Tender atau seleksi dapat dilakukan melalui prakualifikasi, pascakualifikasi, atau tender cepat. Seleksi melalui pengadaan secara elektronik dilakukan melalui metode pemilihan Penyedia Jasa yang sudah tercantum dalam katalog. Penunjukan langsung penyedia jasa konstruksi dapat dilakukan dalam hal: a. Penanganan darurat untuk keamanan dan keselamatan masyarakat; b. Pekerjaan yang kompleks yang hanya dapat dilaksanakan oleh penyedia jasa yang sangat terbatas atau hanya dapat dilakukan oleh pemegang hak; c. Pekerjaan yang perlu dirahasiakan yang menyangkut keamanan dan keselamatan negara; d. Pekerjaan yang berskala kecil; dan/atau e. Kondisi tertentu.
Hal yang dipertimbangkan dalam Pemilihan Penyedia Jasa Konstruksi sebagaimana diatur dalam Pasal 43 UU 2/2017 adalah: a. Kesesuaian antara bidang usaha dan ruang lingkup pekerjaan b. Kesetaraan antara kualifikasi usaha dan beban kerja c. Kinerja penyedia jasa d. Pengalaman menghasilkan produk konstruksi sejenis.
4. Ketentuan Kontrak Kerja Konstruksi Pengaturan hubungan kerja antara Pengguna Jasa dan Penyedia Jasa harus dituangkan dalam Kontrak Kerja Konstruksi sebagaimana diatur dalam Pasal 46 UU 2/2017. Isi dari kontrak Kerja Konstruksi mencakup para pihak, rumusan pekerjaan, masa pertanggungan, hak dan kewajiban yang setara, penggunaan tenaga kerja konstruksi, cara pembayaran, ketentuan wanprestasi, penyelesaian perselisihan, pemutusan Kontrak Kerja Konstruksi, ketentuan mengenai keadaan memaksa, ketentuan mengenai Kegagalan Bangunan, perlindungan pekerja, perlindungan terhadap pihak ketiga selain para pihak dan pekerja, aspek lingkungan, jaminan atas risiko yang timbul dan tanggung jawab hukum, pilihan penyelesaian sengketa konstruksi serta memuat kesepakatan para pihak tentang pemberian insentif.
5. Ketentuan Bagi Penyedia Jasa dan Subpenyedia Jasa Hal yang harus dipenuhi oleh penyedia Jasa dan Subpenyedia Jasa Konstruksi sebagaimana diatur dalam Pasal 52 UU 2/2017 adalah: a. Sesuai dengan perjanjian dalam kontrak; b. Memenuhi standar keamanan, keselamatan, kesehatan, dan keberlanjutan; dan c. Mengutamakan warga negara indonesia sebagai pimpinan tertinggi organisasi proyek.
Penyedia Jasa dan Subpenyedia Jasa wajib memenuhi hak dan kewajibannya serta menyerahkan hasil pekerjaannya secara tepat biaya, tepat mutu, dan tepat waktu sebagaimana tercantum dalam Kontrak Kerja Konstruksi.
6. Pembiayaan Jasa Konstruksi Biaya Jasa Konstruksi dapat bersumber dari dana Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, badan usaha, dan/atau masyarakat sebagaimana diatur dalam Pasal 55 UU 2/2017. Tanggung jawab atas biaya Jasa Konstruksi dibuktikan dengan: a. Kemampuan membayar yang dibuktikan dengan dokumen dari Lembaga Perbankan atau Lembaga Keuangan bukan bank, dokumen ketersediaan anggaran serta dokumen lain yang disepakati Bersama. b. Komitmen atas pengusahaan produk jasa konstruksi yang didukung dengan jaminan melalui perjanjian kersa sama.
7. Standar Keamanan, Keselamatan, Kesehatan dan Keberlanjutan Konstruksi Standar Keamanan, Keselamatan, Kesehatan dan Keberlanjutan Konstruksi sebagaimana diatur dalam Pasal 59 UU 2/2017 meliputi: a. Standar mutu bahan b. Standar mutu peralatan c. Standar keselamatan dan kesehatan kerja d. Standar prosedur pelaksanaan jasa konstruksi e. Standar mutu hasil pelaksanaan jasa konstruksi f. Standar operasi dan pemeliharaan g. Pedoman pelindungan sosial tenaga kerja dalam h. Pelaksanaan jasa konstruksi sesuai dengan ketentuan i. Peraturan perundang-undangan j. Standar pengelolaan lingkungan hidup
Persetujuan yang harus dipenuhi oleh Pengguna Jasa dan penyedia Jasa dalam memenuhi Standar Keamanan, Keselamatan, Kesehatan, dan keberlanjutan adalah: a. Hasil pengkajian, perencanaa, dan perancangan b. Rencana teknis proses pembangunan, pemeliharaan b. Pembongkaran dan pembangunan kembali c. Pelaksanaan suatu proses pembangunan, pemeliharaan d. Pembongkara dan pembangunan kembali e. Penggunaan material, peralatan dan teknologi f. Hasil layanan jasa konstruksi
Kiki Setiawan & Partners Law Office provides legal consultancy related to Corporate & Commercial legal matters, please call us at +62 21 2963 8070 or drop us an email at mail@ksplaw.co.id.
Pemerintah beberapa waktu lalu telah menerbitkan Peraturan Presiden No. 57 Tahun 2023 tentang Wajib Lapor Lowongan Pekerjaan. Hadirnya peraturan ini dinyatakan akan memperkokoh upaya pembangunan pasar kerja yang lebih kredibel dimana akan adanya sistem informasi pasar kerja yang lebih komprehensif, aktual, dan real time. Sehingga bagi pencari kerja, pemberi kerja, dan pemerintah, bisa mendapatkan informasi dari sumber informasi pokok. Terbitnya Perpres ini juga akan mencabut Keppres No. 4 Tahun 1980 tentang Wajib Lapor Lowongan Pekerjaan yang diterbitkan pada zaman Presiden Soeharto.
Aturan-aturan yang perlu diperhatikan Pemberi dan Penerima Pekerjaan
Perpres No. 57 Tahun 2023 memberikan kewajiban bagi Pemberi Kerja, yaitu orang perseorangan, pengusaha, badan hukum, atau badan-badan lainnya yang mempekerjakan tenaga kerja, untuk melaporkan lowongan pekerjaan sebagai bentuk pelayanan Penempatan Tenaga Kerja. Kewajiban ini dapat dilihat dari Pasal 4 ayat (2) yang mengharuskan Pemberi Kerja menyampaikan lowongan pekerjaan dalam negeri kepada Menteri. Lowongan kerja sebagaimana diatur dalam Pasal 3, melalui pada Perpres ini dibagi 2 (dua) berdasarkan berasalnya lowongan pekerjaan, antara lain dalam negeri dan luar negeri.
Lowongan pekerjaan dari dalam negeri diatur dalam Pasal 4 Perpres No. 57 Tahun 2023, untuk tetap memiliki kewajiban melaporkan lowongan pekerjaan kepada Menteri melalui Sistem Informasi Ketenagakerjaan yang dikelola oleh kementerian bidang ketenagakerjaan. Berdasarkan Pasal 5 ayat (1), Pelaporan lowongan pekerjaan yang dimaksud memuat, sebagai berikut: a. Identitas Pemberi Kerja; b. Nama jabatan dan jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan; c. Masa berlaku lowongan pekerjaan; dan d. Informasi jabatan yang meliputi: 1. Usia; 2. Jenis kelamin; 3. Pendidikan; 4. Keterampilan atau kompetensi; 5. Pengalaman kerja; 6. Upah atau gaji; 7. Domisili wilayah kerja; dan 8. Informasi lain terkait jabatan yang diperlukan.
Pelaporan lowongan pekerjaan nantinya akan diverifikasi oleh Pengantar Kerja dan/atau petugas antarkerja yang merupakan PNS yang diberi tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk melakukan kegiatan pelayanan antarkerja. Setelah terisinya lowongan pekerjaan, Pemberi Kerja tetap memiliki kewajiban dalam melaporkan kepada Menteri melalui Sistem Informasi Ketenagakerjaan bahwa lowongan pekerjaan telah terisi.
Lowongan pekerjaan yang berasal dari luar negeri sebagaimana diatur dalam Pasal 8, wajib dilaporkan secara terintegrasi melalui Sistem Informasi Ketenagakerjaan dengan dilakukan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan terkait penempatan dan perlindungan pekerja migran Indonesia.
Ditegaskan dalam Pasal 9 bahwa informasi lowongan pekerjaan bersifat terbuka sehingga dapat digunakan oleh Pencari Kerja, Pemberi Kerja, Pemerintah Pusat, dan Pemerintah Daerah. Penggunaan atas informasi lowongan pekerjaan berdasarkan Pasal 12, dapat digunakan untuk memperoleh pekerjaan yang sesuai, memperoleh tenaga kerja, perencanaan tenaga kerja, penempatan tenaga kerja, pelaporan informasi pasar kerja, analisis pasar kerja, analisis jabatan, analisis kebutuhan pelatihan, dan/atau pelaksanaan program jaminan kehilangan pekerjaan.
Berbeda dengan peraturan kewajiban pelaporan lowongan sebelumnya, pada Perpres ini terdapat penghargaan yang diberikan dari Pemerintah kepada Pemberi Kerja. Pasal 16 Perpres No. 57 Tahun 2023 menjelaskan bahwa Menteri, Gubernur, atau Bupati/Wali kota memiliki kewenangan untuk memberikan penghargaan kepada Pemberi kerja yang telah melaporkan lowongannya.
Tetapi, perlu digaris bawahi bagi Pemberi Kerja yang tidak melaksanakan kewajibannya dalam melaporkan lowongan pekerjaan akan diberikan sanksi administratif. Menurut Pasal 17, sanksi administratif yang diberikan berupa peringatan tertulis kepada Pemberi Kerja.
Perbandingan Perpres No. 57 Tahun 2023 dan Keppres No. 4 Tahun 1980
Sebagaimana diketahui dengan berlakunya Perpres No. 57 tahun 2023, telah mencabut peraturan sebelumnya terkait wajib lapor lowongan pekerjaan yang sebelumnya diatur melalui Keputusan Presiden Nomor 4 Tahun 1980 tentang Wajib Lapor Lowongan Pekerjaan.
Dalam pengaturan sebelumnya, Pengusaha atau pengurus memiliki kewajiban melaporkan lowongan pekerjaan secara tertulis kepada Menteri atau Pejabat yang ditunjuknya dengan laporan memuat antara lain: a. Jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan; b. Jenis pekerjaan dan syarat-syarat jabatan yang digolongkan dalam jenis kelamin, usia, Pendidikan, keterampilan/keahlian, pengalaman dan syarat-syarat lain yang dipandang perlu.
Dilihat dari perbedaan kedua peraturan tersebut, terdapat 1 (satu) hal menarik yang dapat diperhatikan, yaitu sanksi yang diberikan kepada Pengusaha atau Pemberi Kerja yang tidak mengikuti kewajiban di dalam keputusan presiden ini. Dalam Pasal 8 Keppres No. 4 Tahun 1980, Pengusaha atau Pengurus yang tidak memenuhi kewajiban berkaitan dengan muatan minimum laporan dan tidak memberikan laporan secara tertulis kepada Menteri atau Pejabat yang ditunjuk pada waktu telah terisinya lowongan, dapat dijatuhi sanksi pidana. Sanksi pidana yang dimaksud akan mengacu kepada Pasal 17 UU No. 14 Tahun 1969, yaitu berupa pemberian hukuman kurungan selama-lamanya 3 (tiga) bulan atau denda setinggi-tingginya Rp. 100.000,- (seratus ribu Rupiah).
Berdasarkan peraturan presiden ini, dapat disimpulkan bahwa Pemerintah berupaya dalam mengatur informasi yang diberikan oleh Pemberi Kerja sehingga dapat mengetahui kebutuhan pelatihan maupun kompentensi para pekerja Indonesia. Berbeda dengan pengaturan sebelumnya, Pemerintah berupaya untuk menyediakan informasi yang lebih mencukupi dan memberikan sanksi lebih ringan terhadap pelanggar peraturan ini.
Aspek Penting Yang Wajib Dicantumkan Dalam Legal Due Diligence
Kiki Setiawan & Partners Law Office provides legal consultancy related to Corporate & Commercial legal matters, please call us at +62 21 2963 8070 or drop us an email at mail@ksplaw.co.id.
Pendapat hukum merupakan hal yang penting karena dipergunakan untuk menjelaskan kondisi atau keadaan suatu perusahaan dilihat dari segi hukum, misalnya mengenai sejauh mana perusahaan telah menaati ketentuan anggaran dasarnya dan peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam menjalankan kegiatan usahanya, mengenai perikatan-perikatan yang material yang dilakukan oleh perusahaan, aset-aset material yang dimiliki oleh Perusahaan maupun hal-hal penting lainnya sesuai dengan tindakan korporasi yang dilakukan. Tindakan korporasi tersebut mencakup merger dan akuisisi, jual beli saham/aset, pembiayaan, tender, pembelian NPL, pengalihan partisipasi interest (untuk perusahaan migas), dan lain sebagainya. Keberadaan pendapat hukum juga berguna bagi pemodal dalam mempertimbangkan rencana investasinya di suatu perusahaan dan bagi para pemegang saham dari perusahaan publik yang akan melakukan tindakan korporasi untuk menentukan keputusan atau sikapnya atas rencana tersebut.
Agar pendapat hukum yang dikeluarkan benar dan tepat, Konsultan Hukum Pasar Modal wajib untuk terlebih dahulu melakukan Uji Tuntas Dari Segi Hukum (Legal Due Diligence) terhadap perusahaan-perusahaan atau objek transaksi tersebut. Menurut Keputusan HKHPM No. KEP.01/HKHPM/2005 tentang Standar Profesi Himpunan Konsultan Hukum Pasar Modal, Legal Due Diligence adalah kegiatan pemeriksaan secara seksama dari segi hukum yang dilakukan oleh Konsultan Hukum terhadap suatu perusahaan atau obyek transaksi sesuai dengan tujuan transaksi, untuk memperoleh informasi atau fakta material yang dapat menggambarkan kondisi suatu perusahaan atau obyek transaksi.
Berikut aspek penting yang wajib dicantumkan dalam Legal Due Diligence berdasarkan Keputusan HKPM No. KEP.01/HKHPM/2005: 1. Anggaran Dasar Perusahaan Pemeriksaan terhadap anggaran dasar meliputi antara lain adalah akta pendirian Perusahaan dan seluruh perubahan anggaran dasar. Hal-hal yang perlu diperiksa mengenai anggaran dasar adalah kegiatan usaha Perusahaan, ketentuan mengenai pengangkatan direksi dan komisaris, dan pengaturan dan tata cara mengenai pelaksanaan rapat-rapat umum baik RUPS Tahunan maupun RUPS Luar Biasa dan apakah putusan RUPS telah diambil sesuai dengan ketentuan dalam anggaran dasar.
2. Notulen Rapat Pemeriksaan terhadap notulen rapat meliputi antara lain adalah notulen Rapat Direksi, notulen Rapat Komisaris dan notulen Rapat Umum Pemegang Saham. Notulen rapat yang diperiksa adalah notulen rapat selama 5 tahun terakhir.
3. Saham dan Permodalan Hal-hal yang perlu diperiksa mengenai saham adalah: a. Jenis saham yang telah dikeluarkan oleh Perusahaan dan hak-hak yang melekat pada masing-masing jenis saham tersebut; b. Sejarah kepemilikan saham Perusahaan sejak didirikan hingga dibuatnya Laporan Uji Tuntas, serta apakah perubahan tersebut telah memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam anggaran dasar dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Sedangkan hal yang perlu diperiksa mengenai permodalan adalah: a. Sejarah permodalan Perusahaan sejak didirikan hingga dibuatnya Laporan Uji Tuntas; b. Apabila terdapat perubahan dalam permodalan, apakah perubahan tersebut telah memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam anggaran dasar Perusahaan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
4. Direksi dan Dewan Komisaris Hal-hal yang perlu diperiksa mengenai direksi dan dewan komisaris: a. Susunan direksi dan dewan komisaris yang sedang menjabat (Dokumen pengangkatan/pemberhentian anggota dirkom, Bukti pemberitahuan dan pendaftaran mengenai susunan dirkom) b. Identitas diri (KTP, Paspor, NPWP).
Konsultan Hukum wajib memperoleh surat pernyataan masing-masing anggota direksi dan dewan komisaris Perusahaan mengenai apakah masing-masing dari mereka terlibat atau tidak dalam perkara pidana, perdata, kepailitan, pajak, perburuhan, arbitrase atau perkara lainnya.
5. Ijin dan Persetujuan Hal-hal yang perlu diperiksa mengenai ijin dan persetujuan: a. Jenis; b. Jangka waktu; c. Instansi yang menerbitkan; d. Pemegang ijin; e. Hak, kewajiban, dan larangan; f. Sanksi; dan g. Pentaatan.
6. Aset Hal-hal yang perlu diperiksa mengenai asset adalah status kepemilikan atau penguasaan atas asset, sengketa atas aset yang dimiliki atau dikuasai Perusahaan, apabila ada dan pembebanan atas aset yang dimiliki atau dikuasai Perusahaan.
Dokumen bukti kepemilikan dan penguasaan atas aset tidak bergerak a. Sertifikat tanah b. Bukti penguasaan tanah (pajak, dll) c. AJB tanah d. PPJB tanah e. Akta atau perjanjian pelepasan ha katas tanah f. Dokumen pengurusan surat-surat tanah di kantor BPN setempat
Dokumen bukti kepemilikan dan penguasaan atas aset bergerak a. BPKB b. Faktur pembelian, PO & invoice atas peralatan atau mesin-mesin milik Perusahaan c. Sertifikat saham atau sertifikat kolektif saham dan/atau Daftar Pemegang Saham dari perusahaan lain yang bersangkutan, dalam hal penyertahaan atau pemilikan saham dalam perusahaan lain d. Bukti pendaftaran HAKI
7. Asuransi Hal-hal yang perlu diperiksa mengenai asuransi: a. Penanggung; b. Jenis asuransi; c. Resiko yang ditanggung; d. Obyek yang diasuransikan; e. Jumlah pertanggungan; f. Jangka waktu asuransi; dan g. Klausula bank, bila ada.
8. Ketenagakerjaan Hal-hal yang perlu diperiksa mengenai ketenagakerjaan: a. Bukti pendaftaran tenaga kerja perusahaan; b. Kesepakatan Kerja Bersama (PKB) atau peraturan Perusahaan (PP); c. Penggunaan tenaga kerja asing (Paspor, RPTKA, Kartu Izin Tinggal Terbatas, Buku Pengawasan Orang Asing, Surat Tanda Melapor (STM), Lapor Keberadaan/Kedatangan TKA (LK2TKA), Surat Keterangan Penduduk Pendatang Sementara (SKPPS), Surat Keterangan Tempat Tinggal Penduduk WNA/Sementara (SKTTPS); d. Sosial Tenaga Kerja (JAMSOSTEK); e. Program dana pensiun untuk karyawan; f. Pemenuhan ketentuan Upah Minimum Regional (UMR); dan g. Izin-izin khusus di bidang ketenagakerjaan (misalnya untuk mempekerjakan karyawan di malam hari).
9. Dokumen Kredit/Dokumen Pembiayaan Hal-hal yang perlu diperiksa mengenai dokumen kredit/pembiayaan: a. Dokumen kredit dan dokumen pembiayaan yang mengikat perusahaan terhadap pihak lain/kreditur b. Dokumen penjaminan untuk kepentingan pihak lain/kreditur c. Persetujuan korporasi atas setiap kredit/pembiayaan yang diperoleh atau diterima oleh perusahaan, serta atas pemberian jaminan kepada dan untuk kepentingan pihak lain/debitur d. Dokumentasi antara perusahaan dengan pihak lain mengenai sengketa/wanprestasi yang berhubungan dengan dokumen-dokumen di atas
10. Perjanjian-Perjanjian Material yang Mengikat Perusahaan Hal-hal yang perlu diperiksa mengenai perjanjian dengan pihak lain: a. Perjanjian dan kontrak yang dibuat dan diadakan perusahaan dengan pihak lain (termasuk dengan pemerintah dan pihak terafiliasi) seperti Perjanjian konstruksi (EPC), Perjanjian sub-konstruksi, Perjanjian pemasokan bahan baku, Perjanjian usaha patungan, Perjanjian lisensi, Perjanjian bantuan Teknik, Perjanjian bantuan manajemen, Perjanjian pengelolaan, Perjanjian jual beli, Perjanjian sewa, Perjanjian anjak piutang, Perjanjian distribusi/keagenan. b. Persetujuan korporasi yang diperlukan untuk setiap perjanjian. c. Dokumentasi antara perusahaan dengan pihak lain terkait sengketa/wanprestasi yang berhubungan dengan perjanjian-perjanjian.
11. Pemeriksaan atas Perkara yang Melibatkan Perusahaan Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan atas perkara, sengketa lainnya atau klaim yang mungkin timbul yang melibatkan Perusahaan dan secara material dapat mempengaruhi keadaan keuangan Perusahaan.
12. Laporan Keuangan dan Management Letter Sebagai sumber informasi tambahan, Konsultan Hukum wajib mempelajari laporan keuangan Perusahaan yang telah diaudit beserta management letter yang telah dikeluarkan oleh auditor terkait untuk lima tahun terakhir.