a a a a a a a a a a a a a a a a
Kiki Setiawan and PartnersKiki Setiawan and Partners
Daftar Lengkap Barang yang Kena dan Tak Kena PPN 12 Persen
February 26, 2025
Presiden Prabowo Subianto secara resmi mengumumkan pemberlakuan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai atau PPN 12% yang mulai berlaku pada 1 Januari 2025.

Kebijakan tersebut merupakan amanah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan dengan tujuan untuk menjaga daya beli masyarakat, menjaga inflasi rendah, dan mendorong pertumbuhan ekonomi.

"Supaya jelas, kenaikan PPN dari 11 persen menjadi 12 persen hanya dikenakan terhadap barang dan jasa mewah, yaitu barang dan jasa tertentu yang selama ini sudah terkena PPN barang mewah, yang dikonsumsi oleh golongan masyakat berada, masyarakat mampu," tegas Presiden Prabowo Subianto.

Barang dan Jasa Kena Tidak Pajak
Barang Kena Pajak adalah barang yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai Barang Dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana diatur dalam Pasal 1 UU 42/2009.

Berdasarkan Pasal 4 UU 42/2009, Jenis barang yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai adalah barang tertentu dalam kelompok barang sebagai berikut:
1. Barang hasil pertambangan atau pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya
Barang hasil pertambangan tersebut seperti Minyak mentah, Gas bumi (bukan elpiji), Panas bumi, Pasir dan kerikil, Batu bara sebelum diproses menjadi briket batu bara, Bijih besi, bijih timah, bijih emas, bijih tembaga, bijih nikel, bijih perak, dan bijih bauksit.
2. Barang-barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak
Barang-barang kebutuhan pokok tersebut seperti Garam beryodium maupun tidak beryodium, Beras, Jagung, Gabah, Sagu serta Kedela.
3. Makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung, dan sejenisnya
Makanan dan minuman tersebut dengan ketentuan yang dikonsumsi di tempat atau tidak, dan tidak termasuk makanan dan minuman yang diserahkan oleh usaha jasa boga atau catering.
4. Uang, emas batangan, dan surat berharga
Barang-barang tersebut tidak dikenakan PPN dikarenakan nilai nominal dan nilai fisiknya berbeda.

Sedangkan jenis jasa yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai adalah jasa tertentu dalam kelompok jasa sebagai berikut:
1. Jasa pelayanan kesehatan medis
2. Jasa pelayanan sosial
3. Jasa pengiriman surat dengan perangko
4. Jasa keuangan
5. Jasa asuransi
6. Jasa keagamaan
7. Jasa pendidikan
8. Jasa kesenian dan hiburan
9. Jasa penyiaran yang tidak bersifat iklan
10. Jasa angkutan umum di darat dan di air serta jasa angkutan udara dalam negeri yang menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari jasa angkutan udara luar negeri
11. Jasa tenaga kerja
12. Jasa perhotelan
13. Jasa yang disediakan oleh pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan secara umum
14. Jasa penyediaan tempat parker
15. Jasa telepon umum dengan menggunakan uang logam
16. Jasa pengiriman uang dengan wesel pos
17. Jasa boga atau katering.

Barang dan Jasa Kena Pajak
Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai 12% terhadap barang dan jasa di Indonesia hanya mencakup atas barang dan jasa yang tergolong barang mewah. Berdasarkan Pasal 2 PMK 131/2024, tarif PPN 12% berlaku untuk kendaraan bermotor dan barang selain kendaraan bermotor yang telah menjadi objek Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).

Berdasarkan Pasal 2 PP 12/2006, jenis kendaraan bermotor yang termasuk sebagai barang mewah dan akan dikenakan tarif PPN 12% dan tarif PPnBm adalah:
1. Kelompok Kendaraan Bermotor yang terkena tarif PPnBM 10% adalah:
A. Kendaraan bermotor pengangkut 10 sampai dengan 15 orang termasuk pengemudi, dengan motor bakar cetus api atau nyala kompresi (diesel/semidiesel), dengan semua kapasitas isi silinder
B. Kendaraan bermotor pengangkut kurang dari 10 orang termasuk pengemudi selain sedan atau station wagon, dengan motor bakar cetus api atau nyala kompresi (diesel/semi diesel) dengan sistem 1 gandar penggerak (4×2), dengan kapasitas isi silinder sampai dengan 1500 cc.

2. Kelompok Kendaraan Bermotor yang terkena tarif PPnBM 20% adalah:
A. Kendaraan bermotor pengangkut kurang dari 10 orang termasuk pengemudi selain sedan atau station wagon, dengan motor bakar cetus api atau dengan nyala kompresi (diesel/semi diesel), dengan sistem 1 gandar penggerak (4×2), dengan kapasitas isi silinder lebih dari 1500 cc sampai dengan 2500 cc
B. Kendaraan bermotor dengan kabin ganda (Double cabin), dalam bentuk kendaraan bak terbuka atau bak tertutup, dengan penumpang lebih dari 3 orang termasuk pengemudi, dengan motor bakar cetus api atau nyala kompresi (diesel/semi diesel), dengan sistem 1 gandar penggerak (4×2) atau dengan sistem 2 gandar penggerak (4×4), dengan semua kapasitas isi silinder, dengan massa total tidak lebih dari 5 ton.

3. Kelompok Kendaraan bermotor yang terkena tarif PPnBM 30% adalah kendaraan bermotor untuk pengangkutan kurang dari 10 orang termasuk pengemudi, berupa:
A. Kendaraan bermotor sedan atau station wagon dengan motor bakar cetus api atau nyala kompresi (diesel/semi diesel) dengan kapasitas isi silinder sampai dengan 1500 cc.
B. Kendaraan bermotor selain sedan atau station wagon dengan motor bakar cetus api atau nyala kompresi (diesel/semi diesel), dengan sistem 2 gandar penggerak (4×4) dengan kapasitas isi silinder sampai dengan 1500 cc.

4. Kelompok Kendaraan bermotor yang terkena tarif PPnBM 40% adalah kendaraan bermotor untuk pengangkutan kurang dari 10 orang termasuk pengemudi, berupa:
A. Kendaraan bermotor selain sedan atau station wagon, dengan motor bakar cetus api, dengan sistem 1 (satu) gandar penggerak (4×2) dengan kapasitas isi silinder lebih dari 2500 cc sampai dengan 3000 cc.
B. Kendaraan bermotor dengan motor bakar cetus api, berupa sedan atau station wagon dan selain sedan atau station wagon, dengan sistem 2 gandar penggerak (4×4) dengan kapasitas isi silinder lebih dari 1500 cc sampai dengan 3000 cc.
C. Kendaraan bermotor dengan motor bakar nyala kompresi (diesel/semi diesel), berupa sedan atau station wagon dan selain sedan atau station wagon, dengan sistem 2 gandar penggerak (4×4) dengan kapasitas isi silinder lebih dari 1500 cc sampai dengan 2500 cc.

5. Kendaraan bermotor yang terkena tarif PPnBM 50% adalah semua jenis kendaraan khusus yang dibuat untuk golf.

6. Kendaraan bermotor yang terkena tarif PPnBM 60%:
A. Kendaraan bermotor beroda dua dengan kapasitas isi silinder lebih dari 250 cc sampai dengan 500 cc;
B. Kendaraan khusus yang dibuat untuk perjalanan di atas salju, di pantai, di gunung, dan kendaraan semacam itu.

7. Kendaraan bermotor yang dikenakan PPnBM dengan tarif 75%:
A. Kendaraan bermotor pengangkut kurang dari 10 orang termasuk pengemudi, dengan motor bakar cetus api, berupa sedan atau station wagon dan selain sedan atau station wagon, dengan sistem 1 gandar penggerak (4×2) atau dengan sistem 2 gandar penggerak (4×4) dengan kapasitas isi silinder lebih dari 3000 cc;
B. Kendaraan bermotor pengangkut kurang dari 10 orang termasuk pengemudi, dengan motor bakar nyala kompresi (diesel/semi diesel) berupa sedan atau station wagon dan selain sedan atau station wagon, dengan sistem 1 gandar penggerak (4×2) atau dengan sistem 2 gandar penggerak (4×4), dengan kapasitas isi silinder lebih dari 2500 cc;
C. Kendaraan bermotor beroda 2 dengan kapasitas isi silinder lebih dari 500cc.
D. Trailer, semi-trailer dari tipe karavan, untuk perumahan atau kemah.

Berdasarkan PMK 15/2023, jenis barang kena pajak yang tergolong mewah selain kendaraan bermotor yang dikenai PPnBM adalah:
1. Selain kendaraan bermotor yang akan dikenakan tarif PPnBM 20% adalah:
Kelompok hunian mewah seperti rumah mewah, apartemen, kondominium, town house, dan sejenisnya dengan harga jual sebesar Rp30 miliar atau lebih .

2. Selain kendaraan bermotor yang akan dikenakan tarif PPnBM 40% adalah:
A. Kelompok balon udara dan balon udara yang dapat dikemudikan, pesawat udara lainnya tanpa tenaga penggerak.
B. Kelompok peluru senjata api dan senjata api lainnya, kecuali untuk keperluan negara: peluru dan bagiannya, tidak termasuk peluru senapan angin.

3. Selain kendaraan bermotor yang akan dikenakan tarif PPnBM 50% adalah:
A. Helikopter dan kendaraan udara lainnya, kecuali untuk keperluan negara
B. Kelompok senjata api dan senjata api lainnya, kecuali untuk keperluan negara seperti senjata artileri, revolver dan pistol, senjata api lainnya atau peralatan semacam itu yang dioperasikan dengan penembakan bahan peledak

4. Selain kendaraan bermotor yang akan dikenakan tarif PPnBM 75% adalah:
A. Kelompok kapal pesiar mewah, kecuali untuk keperluan negara atau angkutan umum: kapal pesiar, kapal ekskursi, dan kendaraan air semacam itu terutama dirancang untuk pengangkutan orang, kapal feri dari semua jenis
B. Yacht, kecuali untuk kepentingan negara atau angkutan umum atau usaha pariwisata.
Read More
Pemisahan Kepemilikan dalam Apartemen
February 04, 2025
Kiki Setiawan & Partners Law Office provides legal consultancy related to Corporate & Commercial legal matters, please call us at
+62 21 2963 8070 or drop us an email at mail@ksplaw.co.id.


Secara umum apartemen sering disamakan dan secara hukum disebut dengan “rumah susun”. Berdasarkan Pasal 1 UU 20/2011, rumah susun adalah bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional, baik dalam arah horizontal maupun vertikal dan merupakan satuan-satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah, terutama untuk tempat hunian yang dilengkapi dengan bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama. Rumah susun dapat dibangun di atas tanah hak milik, hak guna bangunan atau hak pakai atas tanah negara dan hak guna bangunan atau hak pakai di atas hak pengelolaan.

Berdasarkan Pasal 25 UU 20/2011, Pelaku Pembangunan rumah susun wajib untuk memisahkan rumah susun atas satuan rumah susun (sarusun), bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama. Pemisahan rumah susun ini wajib dituangkan dalam bentuk gambar dan uraian (selanjutnya keduanya disebut dengan Pertelaan) yang dibuat sebelum pelaksanaan pembangunan rumah susun. Dari Pertelaan tersebut akan muncul satuan-satuan rumah susun yang terpisah secara hukum dengan rumah susun dan hak atas tanah bersamanya.

Pertelaan yang dibuat oleh Pelaku Pembangunan nantinya akan dituangkan dalam bentuk Akta Pemisahan yang dilengkapi dengan Pertelaan yang jelas dalam bentuk gambar, uraian dan batas-batas pemilikan satuan rumah susun yang mengandung nilai perbandingan proporsional sebagaimana diatur dalam Pasal 2 Per BPN 2/1989 .
Berdasarkan Pasal 28 PP 13/2021, Pertelaan menjadi dasar untuk menetapkan Nilai Perbandingan Proporsional, Sertifikat Hak Milik Sarusun (SHM Sarusun) atau Sertifikat Kepemilikan Bangunan Gedung Sarusun (SKBG Sarusun), dan Perjanjian Pengikatan Jual Beli. Sedangkan menurut Pasal 30 PP 13/2021, Akta Pemisahan menjadi dasar untuk menerbitkan SHM Sarusun dan menjadi tanda bukti pemisahan apabila hak bukti kepemilikannya berbentuk SKBG Sarusun.

UU 20/2011 dan PP 13/2021 membedakan SHM Sarusun dan SKBG Sarusun pada jenis hak atas tanah tempat sarusun berada. Apabila sarusun berada di atas tanah hak milik, hak guna bangunan, atau hak pakai di atas tanah negara, serta hak guna bangunan atau hak pakai di atas tanah hak pengelolaan, maka tanda bukti kepemilikannya berupa SHM Sarusun. Namun apabila sarusun berada di atas barang milik negara/daerah berupa tanah atau tanah wakaf dengan cara sewa, maka tanda bukti kepemilikannya berupa SKBG Sarusun.

Tata Cara Penerbitan SHM Sarusun

Berdasarkan Pasal 42 PP 13/2021, prosedur penerbitan SHM Sarusun dimulai dengan pengajuan permohonan penerbitan SHM Sarusun oleh Pelaku Pembangunan kepada Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (Kementerian ATR/BPN). Dokumen yang harus dilampirkan dalam permohonan penerbitan SHM Sarusun sebagaimana diatur dalam Pasal 42 PP 13/2021 adalah:
1. Akta Pemisahan yang telah disahkan dilampiri dengan Pertelaan
2. Sertifikat hak atas tanah bersama
3. Persetujuan Bangunan Gedung
4. Sertifikat Laik Fungsi
5. Identitas Pelaku Pembangunan

Nantinya, SHM Sarusun akan diterbitkan terlebih dahulu atas nama Pelaku Pembangunan dan apabila sarusun telah terjual, maka Pelaku Pembangunan akan mengajukan pencatatan peralihan SHM Sarusun menjadi atas nama pemilik sarusun baru kepada Kementerian ATR/BPN. Sertifikat hak atas tanah yang di atasnya telah terbit SHM Sarusun atas nama pemilik sarusun baru akan dicatat kembali pada buku SHM Sarusun yang disimpan di Kementerian ATR/BPN.

SHM Sarusun dari Pelaku Pembangunan ke pemilik sarusun baru dapat dialihkan dengan cara jual beli, pewarisan, atau cara lain sebagaimana diatur dalam Pasal 45 PP 13/2021. Peralihan SHM Sarusun dengan cara jual beli dilakukan di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah. Permohonan peralihan SHM Sarusun dengan cara jual beli ditunjukkan ke Kementerian ATR/BPN dengan melampirkan akta Pejabat Pembuat Akta Tanah atau berita acara lelang dan SHM Sarusun. Sedangkan SHM Sarusun yang dialihkan dengan cara pewarisan paling sedikit harus melampirkan SHM Sarusun, surat keterangan kematian pewaris, surat wasiat atau surat keterangan waris dan bukti kewarganegaraan ahli waris.

Dengan demikian, oleh karena apartemen secara hukum disamakan dengan “rumah susun”, maka pemisahan hak kepemilikan pada apartemen juga perlu dilakukan pemisahan apartemen atas satuan apartemen. Pemisahan tersebut pertama-tama dituangkan pada Pertelaan dan kemudian dituangkan kembali dalam Akta Pemisahan. Nantinya, Akta Pemisahan akan diserahkan dan disahkan oleh bupati/wali kota atau gubernur untuk Provinsi DKI Jakarta sebagai dasar penerbitan SHM Sarusun. Terakhir adalah di mana Pelaku Pembangunan akan mengajukan pencatatan peralihan SHM Sarusun menjadi atas nama pemilik sarusun baru
Read More
Tata Cara Penerbitan Rekomendasi Persetujuan Impor Ban
December 19, 2024
Kiki Setiawan & Partners Law Office provides legal consultancy related to Corporate & Commercial legal matters, please call us at
+62 21 2963 8070 or drop us an email at mail@ksplaw.co.id.


Ketentuan yang berlaku di Indonesia saat ini mengenai impor ban diatur dalam Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 10 Tahun 2024 tentang Tata Cara Penerbitan Pertimbangan Teknis dan Rekomendasi Impor Ban (“Permen Perin 10/2024”). Salah satu tujuan dirancangnya Permen Perin 10/2024 adalah guna mengatur tata cara penerbitan Pertimbangan Teknis dan Rekomendasi atas impor ban.

Persyaratan yang harus dipenuhi oleh pelaku usaha Impor Ban berdasarkan jenis usahanya untuk mengajukan permohonan penerbitan Pertimbangan Teknis sebagaimana diatur dalam Pasal 5 Permen Perin 10/2024 adalah:
1. Pelaku usaha jenis Perusahaan Industri, yang harus memenuhi ketentuan:
a. Telah memenuhi komitmen perizinan berusaha;
b. Terdaftar di Sistem Informasi Industri Nasional (“siinas”); dan
c. Telah menyampaikan data industri di siinas paling sedikit 2 (dua) tahun terakhir (kecuali belum memasuki periode penyampaian laporan realisasi produksi).

2. Pelaku usaha jenis Perusahaan Non Industri Pemilik Angka Pengenal Importir (“API”) Produsen, yang harus memenuhi ketentuan:
a. Telah memenuhi komitmen perizinan berusaha; dan
b. Terdaftar di siinas.

3. Pelaku usaha jenis Perusahaan Non Industri Pemilik API-Umum, yang harus memenuhi ketentuan:
a. Telah memenuhi komitmen perizinan berusaha;
b. Terdaftar di siinas; dan
c. Telah menyampaikan laporan realisasi distribusi ban tahun sebelumnya melalui siinas setiap tanggal 1 Februari dan 1 Agustus (kecuali belum pernah melakukan impor ban).

4. Pelaku usaha jenis Pusat Penyedia Badan Baku dan/atau Bahan Penolong Ban (“PPBB”), yang harus memenuhi ketentuan:
a. Telah ditetapkan sebagai PPBB oleh Menteri Perindustrian;
b. Terdaftar di siinas; dan
c. Telah menyampaikan laporan realisasi distribusi ban tahun sebelumnya melalui siinas setiap tanggal 1 Februari dan 1 Agustus (kecuali belum pernah melakukan impor ban).

Tata Cara Penerbitan Rekomendasi
Pelaku usaha mengajukan permohonan penerbitan Pertimbangan Teknis kepada Direktur Jenderal pada Kementerian Perindustrian Republik Indonesia melalui Sistem Indonesia National Single Window (“SINSW”) yang diteruskan ke SIINas. Pelaku usaha harus melakukan pengisian data, seperti rencana impor, realisasi impor tahun sebelumnya, dan lain-lain, serta mengunggah dokumen sebagaimana diatur dalam Pasal 7 Permen Perin 10/2024 untuk Perusahaan Industri, Pasal 8 Permen Perin 10/2024 untuk Perusahaan Non Industri Pemilik API-Produsen, Pasal 9 Permen Perin 10/2024 untuk Perusahaan Non Industri Pemilik API-Umum, dan Pasal 10 Permen Perin 10/2024 untuk PPBB. Namun, apabila data dan/atau dokumen yang dimaksud sebelumnya tersebut telah tersedia secara elektronik pada kementerian atau lembaga pemerintah non kementerian yang telah terintegrasi dengan SINSW, maka pelaku usaha terkait tidak perlu lagi melakukan pengisian data dan/atau mengunggah dokumen.

Berdasarkan Pasal 13 Permen Perin 10/2024, setelah pelaku usaha mengajukan permohonan penerbitan Pertimbangan Teknis, Direktur Jenderal pada Kementerian Perindustrian Republik Indonesia menugaskan Direktur untuk melakukan verifikasi kelengkapan dan kesesuaian data serta dokumen yang diajukan oleh pelaku usaha, baik secara langsung dengan pemeriksaan kondisi di lapangan atau secara daring. Apabila hasil verifikasi kelengkapan dan kesesuaian data dan dokumen dinyatakan tidak sesuai, permohonan penerbitan Pertimbangan Teknis akan dikembalikan kepada pelaku usaha terkait untuk diperbaiki sebagaimana diatur dalam Pasal 14 Permen Perin 10/2024. Pelaku usaha tersebut diberikan waktu 5 (lima) hari kerja untuk melakukan perbaikan terhadap permohonan penerbitan Pertimbangan Teknis yang ditolak tersebut. Apabila dalam 5 (lima) hari kerja sejak tanggal permohonan dikembalikan tersebut pelaku usaha tetap tidak melakukan perbaikan, maka permohonan penerbitan Pertimbangan Teknis akan ditolak secara otomatis.

Namun, apabila hasil verifikasi kelengkapan dan kesesuaian data serta dokumen dinyatakan lengkap dan sesuai, maka Direktur Jenderal pada Kementerian Perindustrian Republik Indonesia akan menerbitkan Pertimbangan Teknis atau penolakan Pertimbangan Teknis. Apabila Pertimbangan Teknis telah terbit, SINSW akan menyampaikan Pertimbangan Teknis tersebut kepada Kementerian Perdagangan Republik Indonesia sebagai persyaratan penerbitan Persetujuan Impor sebagaimana diatur dalam Pasal 16 Permen Perin 10/2024. Namun apabila yang terbit adalah penolakan Pertimbangan Teknis, maka SINSW akan menyampaikan penolakan tersebut kepada pelaku usaha yang bersangkutan.

Dengan diterbitkannya Pertimbangan Teknis dan Rekomendasi, pelaku usaha diwajibkan untuk melakukan penyampaian dokumen dan laporan secara elektronik melalui SINSW yang diteruskan ke SIINas, menyampaikan laporan realisasi penggunaan bagi Perusahaan Industri dan Perusahaan Non Industri Pemilik API-Produsen serta menyampaikan laporan realisasi distribusi bagi Perusahaan Non Industri Pemilik API-Umum dan PPBB, yang keduanya dilakukan setiap bulan paling lambat 15 (lima belas) bulan berikutnya.

Pertimbangan Teknis oleh Direktur Jenderal
Hal-hal yang menjadi pertimbangan oleh Direktur Jenderal pada Kementerian Perindustrian Republik Indonesia untuk menerbitkan Pertimbangan Teknis atau penolakan Pertimbangan Teknis sebagaimana diatur dalam Pasal 15 Permen Perin 10/2024 adalah:
1. Neraca penyediaan dan permintaan ban nasional;
2. Kebutuhan ban pelaku usaha;
3. Realisasi impor dan/atau produksi dari pelaku
4. Usaha; dan/atau
5. Penyerapan lokal ban dari pelaku usaha.

Informasi yang harus dimuat dalam Pertimbangan Teknis yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal sebagaimana diatur dalam Pasal 16 Permen Perin 10/2024 adalah identitas pelaku usaha, pos tarif/harmonized system, uraian barang, tipe ban, merek ban, ukuran ban, jumlah alokasi kebutuhan impor ban dalam satuan piece, negara asal, tanggal penerbitan dan masa berlaku pertimbangan teknis, dan nama dan jabatan pejabat yang menerbitkan pertimbangan teknis.

Direktur Jenderal pada Kementerian Perindustrian Republik Indonesia juga akan melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap pelaku usaha yang telah memiliki Pertimbangan Teknis, Pertimbangan Teknis perubahan, dan/atau Rekomendasi atas pelaksanaan impor ban sebanyak 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun dan sewaktu-waktu apabila diperlukan.

Sanksi Administratif
Hal-hal yang membuat pelaku usaha dikenai saksi administratif sebagaimana diatur dalam Pasal 42 Permen Perin 10/2024 adalah:
1. Tidak menyampaikan laporan realisasi penggunaan;
2. Tidak menyampaikan laporan realisasi distribusi; dan/atau
3. Berdasarkan hasil pemantauan dan evaluasi ditemukan ketidaksesuaian dengan ketentuan dalam Permen Perin 10/2024.

Saksi administratif tersebut dapat berupa:
1. Peringatan tertulis;
2. Penolakan permohonan Pertimbangan Teknis dan/atau Rekomendasi untuk 1 (satu) tahun berikutnya;
3. Penolakan permohonan Pertimbangan Teknis perubahan dan/atau Rekomendasi pada tahun berjalan; dan/atau
4. Rekomendasi pencabutan Persetujuan Impor yang telah diterbitkan kepada menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perdagangan.
Read More
Apakah Anda Bermain Aset Kripto Simak Perubahan ketentuan Teknisnya berdasarkan Peraturan Bappebti No 22020
December 10, 2024
Kiki Setiawan & Partners Law Office provides legal consultancy related to Corporate & Commercial legal matters, please call us at
+62 21 2963 8070 or drop us an email at mail@ksplaw.co.id.


Aset digital adalah segala bentuk konten atau sumber daya yang berformat digital dan memiliki nilai, serta dapat dimiliki, dipertukarkan atau digunakan secara digital. Digital asset biasanya dapat dipertukarkan, dilindungi dan disimpan dalam bentuk digital dan memiliki nilai yang didasarkan pada permintaan, kelangkaan atau kegunaannya dalam dunia digital.

Salah satu aset digital adalah kripto, yang merupakan mata uang digital yang diamankan oleh kode rahasia dan digunakan untuk melakukan transaksi melalui jaringan internet. Menurut Peraturan Menteri Perdaganan Nomor 99 Tahun 2018, asset kripto diklasifikasikan sebagai komoditi yang dapat dijadikan subjek kontrak berjangka dan biperdagangkan di bursa berjangka.

Kesadaran akan pentingnya memperhatikan perkembangan usaha aset kripto dan mempertimbangkan kebutuhan penyiapan sarana dan prasarana serta kompetensi sumber daya manusia bagi pelaku usaha aset kripto, maka Pemerintah mengeluarkan Peraturan Bappebti No. 2/2020 tentang perubahan kedua atas peraturan badan pengawas perdagangan berjangka komoditi nomor 5 tahun 2019 tentang ketentuan teknis penyelenggaraan pasar fisik aset kripto (crypto asset) di bursa berjangka. Perubahan ini dilakukan dengan harapan dapat menyesuaikan penyelenggaraan pasar fisik aset kripto (crypto asset) di Bursa Berjangka agar dapat berjalan secara teratur, wajar, efektif dan efisien.

Berikut beberapa perubahan ketentuan teknis Penyelenggaraan Aset Kripto di Bursa Berjangka berdasarkan Peraturan Bappebti No. 2/2020:
1. Perdagangan Aset Kripto
Perdagangan aset kripto hanya dapat difasilitasi oleh Bursa Berjangka yang telah memperoleh persetujuan dari Kepala Bappebti.

Syarat yang harus dipenuhi oleh Bursa Berjangka untuk dapat memperoleh persetujuan dalam menfasilitasi perdagangan asset kripto sebagaimana diatur dalam Pasal 5 Peraturan Bappebti No. 2/2020 adalah:
A. Memiliki modal disetor paling sedikit Rp200.000.000.000,00 (dua ratus miliar rupiah)
a. Mempertahankan ekuitas paling sedikit Rp150.000.000.000,00 (seratus lima puluh miliar rupiah)
b. Memiliki paling sedikit 3 (tiga) pegawai yang bersertifikasi Certified Information Systems Security Professional (CISSP)
c. Memiliki sistem pelaporan untuk menampung transaksi perdagangan yang terjadi pada Pedagang Fisik Aset Kripto

Syarat permodalan yang harus dipenuhi oleh Bursa Berjangka adalah:
A. Memiliki modal disetor menjadi paling sedikit sebesar
a. Rp275.000.000.000,00 (dua ratus tujuh puluh lima miliar rupiah) paling lambat pada tanggal 31 Maret 2022
b. Rp350.000.000.000,00 (tiga ratus lima puluh miliar rupiah) paling lambat pada tanggal 31 Maret 2023
c. Rp425.000.000.000,00 (empat ratus dua puluh lima miliar rupiah) paling lambat pada tanggal 31 Maret 2024
d. Rp500.000.000.000,00 (lima ratus miliar rupiah) paling 31 Maret 2025. lambat pada tanggal

B. mempertahankan saldo modal akhir menjadi paling sedikit sebesar:
a. Rp225.000.000.000,00 (dua ratus dua puluh lima miliar rupiah) paling lambat pada tanggal 31 Maret 2022
b. Rp300.000.000.000,00 (tiga ratus miliar rupiah) paling lambat pada tanggal 31 Maret 2023
c. Rp375.000.000.000,00 (tiga ratus tujuh puluh lima miliar rupiah) paling lambat pada tanggal 31 Maret 2024
d. Rp450.000.000.000,00 (empat ratus lima puluh miliar rupiah) paling lambat pada tanggal 31 Maret 2025

2. Proses Pengkliringan dan Penyelesaian Transaksi
Proses pengkliringan dan penyelesaian transaksi dalam perdagangan aset kripto hanya dapat dilakukan oleh Lembaga Kliring Berjangka yang telah memperoleh persetujuan dari Kepala Bappebti.

Syarat yang harus dipenuhi oleh Lembaga Kliring Berjangka untuk dapat memperoleh persetujuan dalam memfasilitasi pengkliringan dan penyelesaian transaksi perdagangan aset kripto sebagaimana diatur dalam Pasal 6 Peraturan Bappebti No.20/2020 adalah:
A. Memiliki modal disetor paling sedikit Rp250.000.000.000,00 (dua ratus lima puluh miliar rupiah)
B. Mempertahankan ekuitas paling sedikit Rp200.000.000.000,00 rupiah (dua ratus miliar rupiah)
C. Memiliki sistem elektronik penjaminan dan penyelesaian yang terpercaya, serta terkoneksi dengan Bursa Berjangka, Pedagang Fisik Aset kripto dan Pengelola Tempat Penyimpanan Aset Kripto

Syarat permodalan yang harus dipenuhi oleh Lembaga Kliring adalah:
A. Memiliki modal disetor menjadi paling sedikit sebesar:
a. Rp300.000.000.000,00 (tiga ratus miliar rupiah) paling lambat pada tanggal 31 Maret 2022
b. Rp350.000.000.000,00 (tiga ratus lima puluh miliar rupiah) paling lambat pada tanggal 31 Maret 2023
c. Rp425.000.000.000,00 (empat ratus dua puluh lima miliar rupiah) paling lambat pada tanggal 31 Maret 2024
d. Rp500.000.000.000,00 (lima ratus miliar rupiah) paling lambat pada tanggal 31 Maret 2025.

B. Mempertahankan saldo modal akhir menjadi paling sedikit sebesar:
a. Rp250.000.000.000,00 (dua ratus lima puluh miliar rupiah) paling lambat pada tanggal 31 Maret 2022
b. Rp300.000.000.000,00 (tiga ratus miliar rupiah) paling lambat pada tanggal 31 Maret 2023
c. Rp375.000.000.000,00 (tiga ratus tujuh puluh lima miliar rupiah) paling lambat pada tanggal 31 Maret 2024
d. Rp450.000.000.000,00 (empat ratus lima puluh miliar rupiah) paling lambat pada tanggal 31 Maret 2025.

3. Pendaftaran Calon Pedagang Fisik Asset Kripto
Syarat yang wajib dipenuhi oleh calon pedagang fisik asset kripto sebagaimana diatur dalam Pasal 24 Peraturan Bappebti No. 2/2020 adalah:
A. Memiliki modal disetor paling sedikit Rp25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar rupiah)
B. Mempertahankan ekuitas paling sedikit Rp20.000.000.000,00 (dua puluh miliar rupiah).

Dokumen yang wajib dilampirkan oleh calon pedagag fisik asset kripto adalah:
A. Salinan akta pendirian badan hukum calon Pedagang Fisik Aset Kripto beserta identitas kelengkapan data pengurus
B. Penjelasan singkat secara tertulis mengenai susunan struktur organisasi perusahaan beserta tugas dan tanggung jawabnya, produk, bisnis proses, dan peraturan dan tata tertib
C. Bukti pendaftaran sistem elektronik pada Kementerian Komunikasi dan Informatika atas sistem yang dipergunakan
D. Rencana bisnis perusahaan dan proyeksi keuangan 24 (dua puluh empat bulan) kedepan
E. Data lainnya sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Badan ini.

4. Ketentuan Wajib bagi Calon Pedagang Asset Kripto
Ketentuan yang wajib diperhatikan bagi calon Pedagang Fisik Aset Kripto yang menjalankan kegiatannya selama masa periode pendaftaran sebagaimana diatur dalam Pasal 24 Peraturan Bappebti No. 2/2020 adalah:
A. Pelanggan asset kripto hanya terbatas pada status perorangan dan bukan badan usaha. Hal ini wajib ditunjukkan dengan melaporkan seluruh identitas Pelanggan Aset Kripto yang telah terdaftar sebelum melakukan pendaftaran sebagai calon Pedagang Aset Kripto
B. Wajib menerapkan program anti pencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme serta proliferasi senjata pemusnah massal yang ditetapkan oleh Bappebti
C. Tidak diperbolehkan menjual aset kripto yang diciptakan oleh calon Pedagang Fisik Aset Kripto yang bersangkutan atau pihak afiliasinya
Read More
Kenali Peraturan Menteri Perindustrian yang Terbaru ini untuk dapat Melakukan Impor Obat Tradisional dan Suplemen Kesehatan
December 05, 2024
Kiki Setiawan & Partners Law Office provides legal consultancy related to Corporate & Commercial legal matters, please call us at
+62 21 2963 8070 or drop us an email at mail@ksplaw.co.id.


Di awal tahun 2024, tepatnya pada 24 Januari 2024, Menteri Perindustrian menetapkan Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 4 Tahun 2024 tentang Tata Cara Penerbitan Pertimbangan Teknis Impor Obat Tradisional, Suplemen Kesehatan, Kosmetik, dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (“Permenperin 4/2024”) yang mulai berlaku sejak tanggal 30 Januari 2024. Melalui Permenperin 4/2024 diharapkan dapat mendukung stabilitas industri produk obat tradisional, suplemen kesehatan, kosmetik, dan pembekalan kesehatan rumah tangga nasional, serta peningkatan kualitas dan penggunaan produk-produk tersebut dari dalam negeri. Dalam Permenperin 4/2024 dibahas mengenai persyaratan yang wajib dipenuhi pelaku usaha untuk dapat mengimpor obat tradisional, suplemen kesehatan, kosmetik, dan pembekalan kesehatan rumah tangga. Akan tetapi, artikel ini akan terfokus pada produk obat tradisional dan suplemen kesehatan saja.

Persyaratan pertama sebagaimana diatur pada Pasal 2 ayat (1) jo. Pasal 3 ayat (1) Permenperin 4/2024 adalah bahwa pelaku usaha pemilik Angka Pengenal Importir Umum (“API-U”) yang akan mengimpor obat dan suplemen kesehatan harus memperoleh Pertimbangan Teknis terlebih dahulu untuk kemudian dapat memperoleh Persetujuan Impor. Pengajuan permohonan penerbitan Pertimbangan Teknis oleh pelaku usaha diajukan kepada Direktur Jenderal pada Kementerian Perindustrian melalui Sistem Indonesia National Single Window (“SINSW”) yang kemudian diteruskan ke Sistem Informasi Industri Nasional (“SIINas”).

Permohonan penerbitan Pertimbangan Teknis dilakukan dengan pengisian terhadap:
1. Rencana Impor yang memuat keterangan sebagai berikut:
a. Pos tarif/ harmonized system;
b. Uraian barang;
c. Jenis barang dan spesifikasi teknis;
d. Jumlah atau volume dengan satuan yang sudah terstandar;
e. Negara muat barang;
f. Pelabuhan muat; dan
g. Pelabuhan tujuan.

2. Realisasi Impor Tahun Sebelumnya yang memuat keterangan sebagai berikut:
a. Nomor surat permohonan sesuai dengan INSW;
b. Nomor dan tanggal permohonan;
c. Nomor dan tanggal Persetujuan Impor dari Kementerian Perdagangan;
d. Nomor dan tanggal pemberitahuan impor barang;
e. Pos tarif/harmonized system;
f. Uraian barang;
g. Jenis barang dan spesifikasi teknis;
h. Jumlah atau volume dengan satuan yang sudah terstandar;
i. Negara muat barang;
j. Pelabuhan muat; dan
k. Pelabuhan tujuan.

3. Rencana Distribusi yang memuat keterangan sebagai berikut:
a. Pos tarif/harmonized system;
b. Uraian barang;
c. Jenis dan spesifikasi teknis;
d. Jumlah atau volume dengan satuan barang; dan
e. Identitas distributor dan/atau perusahaan industri.

Selain itu, pelaku usaha juga berkewajiban untuk mengunggah dokumen berupa:
1. Akta pendirian perusahaan dan/atau perubahannya;
2. Dokumen Perizinan Berusaha bidang perdagangan besar dengan KBLI 46441, 46442, 46443, 46446, 46499, 46315, dan/atau 46334;
3. Bukti penyampaian laporan realisasi Impor dan laporan realisasi distribusi tahun sebelumnya di SINSW;
4. Nomor Pokok Wajib Pajak;
5. Bukti penguasaan atas gudang;
6. Kontrak kerja sama atau dokumen pemesanan dengan perusahaan mitra yang memuat jenis barang dan jumlah barang;
7. Rekapitulasi kontrak di atas meterai; dan
8. Surat pernyataan bermeterai mengenai kebenaran data dan/atau dokumen yang disampaikan.

Namun, terdapat perbedaan persyaratan dalam hal pelaku usaha API-U mengimpor obat tradisional dan suplemen kesehatan dengan pos tarif/harmonized system 1512.19.10 atau 2106.90.53 sebagaimana diatur pada Pasal 5 ayat (3) dan ayat (4) Permenperin 4/2024.

Setelah pelaku usaha mengajukan permohonan penerbitan Pertimbangan Teknis, maka selanjutnya Direktur Jenderal akan menugaskan Direktur untuk melakukan verifikasi, baik secara langsung dengan datang ke lapangan atau secara daring, terhadap kelengkapan dan kesesuaian data dan/atau dokumen yang telah diajukan oleh pelaku usaha.

Setelah Direktur selesai melakukan verifikasi, maka terdapat 2 (dua) kemungkinan hasil terhadap permohonan penerbitan Pertimbangan Teknis yang diajukan oleh pelaku usaha tersebut, yakni permohonan dinyatakan tidak sesuai atau permohonan dinyatakan lengkap dan sesuai. Apabila permohonan dinyatakan tidak sesuai, maka merujuk pada Pasal 7 ayat (1) Permenperin 4/2024, permohonan tersebut akan dikembalikan kepada pelaku usaha untuk diperbaiki. Pelaku usaha diberikan waktu selama 5 (lima) hari kerja sejak permohonan dikembalikan kepadanya untuk diperbaiki. Dalam hal jangka waktu 5 (lima) hari kerja tersebut telah terlewati dan pelaku usaha masih juga belum memperbaiki permohonannya, maka permohonan akan ditolak secara otomatis.

Kemungkinan kedua apabila permohonan penerbitan Pertimbangan Teknis dinilai lengkap dan sesuai, maka Direktur Jenderal akan menerbitkan Pertimbangan Teknis atau penolakan Pertimbangan Teknis. Apabila Direktur Jenderal menerbitkan Penerbitan Teknis, maka SINSW akan menyampaikannya kepada Kementerian Perdagangan sebagai persyaratan Persetujuan Impor. Namun, apabila Direktur Jenderal menerbitkan penolakan Pertimbangan Teknis, maka pelaku usaha akan disampaikan melalui SINSW. Yang menjadi pertimbangan oleh Direktur Jenderal dalam menentukan diterima atau ditolaknya permohonan penerbitan Pertimbangan Teknis menurut Pasal 8 ayat (2) Permenperin 4/2024 adalah:
1. Kebutuhan obat tradisional dan suplemen kesehatan;
2. Neraca penyediaan dan permintaan obat tradisional dan suplemen kesehatan; dan
3.Realisasi impor obat tradisional dan suplemen kesehatan.

Pelaku usaha yang telah memperoleh Pertimbangan Teknis dan Persetujuan Impor dapat mengajukan permohonan Pertimbangan Teknis perubahan apabila terdapat perubahan data dan/atau penambahan jumlah alokasi kebutuhan impor. Apabila terjadi perubahan pada Pertimbangan Teknis, maka pelaku usaha wajib untuk mematuhi ketentuan-ketentuan mengenai persyaratan dan tata cara Pertimbangan Teknis perubahan yang diatur pada Bagian Ketiga Permenperin 4/2024.

Selanjutnya, pelaku usaha API-U yang telah memperoleh Pertimbangan Teknis wajib untuk melaporkan dokumen Persetujuan Impor, laporan realisasi impor, dan laporan realisasi distribusi sebagaimana diatur pada Pasal 17 ayat (1) Permenperin 4/2024. Di sisi lain, Direktur Jenderal juga akan melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap pelaku usaha yang telah memiliki Pertimbangan Teknis sebanyak 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun atau sewaktu-waktu apabila diperlukan.

Selain itu, penting juga untuk dicatat bahwa pelaku usaha dapat dikenakan sanksi administratif menurut Pasal 19 ayat (1) Permenperin 4/2024 apabila:
1. Melanggar ketentuan penyampaian laporan realisasi penggunaan; dan/atau
2. Berdasarkan hasil pemantauan dan evaluasi ditemukan ketidaksesuaian dengan ketentuan dalam Permenperin 4/2024.
Sanksi administratif tersebut dapat berupa peringatan tertulis, penolakan permohonan Pertimbangan Teknis untuk 1 (satu) tahun ke depan, dan/atau rekomendasi pencabutan Persetujuan Impor.
Read More
Sertifikasi Halal Wajib Berlaku Ini Syaratnya
November 13, 2024
Kiki Setiawan & Partners Law Office provides legal consultancy related to Corporate & Commercial legal matters, please call us at
+62 21 2963 8070 or drop us an email at mail@ksplaw.co.id.


Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif telah menerbitkan Surat Edaran Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Kepala Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Nomor SE/2/PP.00.01/MK/2024 Tentang Sertifikasi Halal Produk Makanan dan Minuman Untuk Usaha Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (“SE 2/2024”). Diterbitkannya SE 2/2024 bertujuan untuk mendorong percepatan penerapan Sertifikasi Halal pada usaha pariwisata dan ekonomi kreatif sebelum batas akhir penahapan produk makanan, minuman, hasil sembelihan dan jasa penyembelihan, bahan baku, bahan tambahan pangan, bahan penolong untuk produk makanan dan minuman.

Dalam hal ini, Sertifikat Halal adalah sebuah pengakuan kehalalan atas suatu produk yang dikeluarkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (“BPJPH”) berdasarkan fatwa halal tertulis yang dikeluarkan oleh Majelis Ulama Indonesia sebagaimana diatur dalam PP Nomor 39 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Jaminan Produk Halal (“PP No. 39/2021”).

Dengan diterbitkannya SE 2/2024, Pemerintah menghimbau kepada Pelaku Usaha penyedia makanan dan minuman di Sektor Pariwisata dan Ekonomi Kreatif untuk segera mendaftarkan sertifikasi halal melalui jalur halal pelaku usaha (self declare) maupun jalur reguler sebelum tanggal 17 Oktober 2024. Selanjutnya, ketika Pelaku Usaha telah mendapatkan sertifikasi halal, dapat mencantumkan dan menjaga kehalalan produknya.

Adapun berikut adalah dokumen persyaratan yang harus diperhatikan dalam mengajukan sertifikasi halal melalui jalur reguler yaitu:
1. Surat Permohonan;
2. Formulir Pendaftaran;
3. Aspek Legal NIB;
4. Dokumen Penyedia Halal (SK Penetapan Penyelia Halal, Salinan KTP, Daftar Riwayat Hidup);
5. Daftar Nama Produk;
6. Daftar Produk dan Bahan yang Digunakan;
7. Manual SJPH; dan
8. Izin Edar/ Sertifikat Laik Higiene Sanitasi (“SLHS”) (jika ada)

Namun, pada dokumen penyedia halal, terdapat beberapa ketentuan yang perlu diperhatikan yaitu Penyelia Halal harus beragama Islam, bagi kegiatan usaha kategori menengah besar, dan luar negeri harus memiliki sertifikat pelatihan dan sertifikat kompetensi penyelia halal, serta sertifikat pelatihan dan uji kompetensi.

Selain itu, terdapat juga Sertifikasi Halal Gratis (SEHATI) bagi pelaku usaha mikro dan kecil yang dapat diajukan oleh Pelaku Usaha dengan syarat bahwa:
1. Produk tidak beresiko atau menggunakan bahan yang sudah dipastikan kehalalannya;
2. Proses produksi yang dipastikan kehalalannya dan sederhana;
3. Memiliki Nomor Induk Berusaha (NIB);
4. Memiliki hasil penjualan tahunan (omset) maksimal Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) yang dibuktikan dengan pernyataan mandiri;
5. Memiliki lokasi, tempat, dan alat Proses Produk Halal (PPH) yang terpisah dengan lokasi, tempat, dan alat proses produk tidak halal;
6. Memiliki atau tidak memiliki surat izin edar, SLHS untuk produk makanan/minuman dengan daya simpan kurang dari 7 (tujuh) hari, atau izin industri lainnya atas produk yang dihasilkan dari dinas/instansi terkait;
7. Produk yang dihasilkan berupa barang;
8. Tidak menggunakan bahan berbahaya dan sudah dipastikan kehalalannya;
9. Telah diverifikasi kehalalannya oleh pendamping proses produk halal;
10 Jenis produk/kelompok produk yang disertifikasi halal tidak mengandung unsur hewan hasil sembelihan, kecuali berasal dari produsen atau rumah potong hewan/rumah potong ungags yang sudah bersertifikat halal;
11. Menggunakan peralatan produksi dengan teknologi sederhana atau dilakukan secara manual dan/atau semi otomatis;
12. Proses pengawetan produk sederhana dan tidak menggunakan kombinasi lebih dari 1 metode pengawetan; dan
13. Bersedia melengkapi dokumen pengajuan sertifikasi halal dengan mekanisme pernyataan mandiri secara online.

Namun, perlu diperhatikan bahwa pada produk yang terbuat dan berasal dari bahan yang diharamkan tidak diwajibkan untuk mengajukan sertifikasi halal dan pelaku usaha dapat tetap menjalankan usahanya sebagaimana tercantum pada Pasal 2 PP No. 39/2021. Maka dari itu, dalam himbauan kepada Pelaku Usaha produk makanan dan minuman pada Sektor Pariwisata dan Ekonomi Kreatif yang diwajibkan mengajukan sertifikat halal adalah bagi pelaku usaha yang produknya tidak menggunakan bahan yang diharamkan.
Read More
Perubahan Kepatuhan Pertambangan Terkait Penyampaian RKAB
November 06, 2024
Kiki Setiawan & Partners Law Office provides legal consultancy related to Corporate & Commercial legal matters, please call us at
+62 21 2963 8070 or drop us an email at mail@ksplaw.co.id.


Berhubungan dengan alam dan juga sumber daya yang berdampak terhadap lingkungan hidup, industri pertambangan dihadapkan dengan kepatuhan yang cukup ketat. Salah satunya tampak dalam kewajiban penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) yang wajib disusun untuk diajukan dan disetujui oleh Kementerian ESDM. RKAB dalam hal ini merujuk pada kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara yang meliputi aspek pengusahaan, aspek teknik, dan aspek lingkungan.

Awalnya, ketentuan mengenai penyusunan RKAB ini diakomodasi dalam Peraturan Menteri ESDM No. 7 Tahun 2020 (“Permen ESDM 7/2020”) yang mengatur tentang pelaporan dan perizinan dalam kegiatan usaha pertambangan. Kini, Kementerian ESDM telah mengeluarkan Peraturan Menteri ESDM No. 10 Tahun 2023 (“Permen ESDM 10/2023”) yang menjadi lex specialis dan mencabut ketentuan RKAB yang diatur dalam Pasal 78-93 Permen ESDM 7/2020 tersebut. Permen ESDM 10/2023 meregulasi ketentuan baru terkait dengan pemegang izin yang mengajukan RKAB, penyampaian, persetujuan, dan perubahan RKAB, serta sanksi yang dapat dijatuhkan.

Pergantian peraturan ini menyebabkan beberapa perubahan dalam kepatuhan pertambangan terkait penyusunan RKAB, yaitu:
1. Pemegang izin yang wajib mengajukan RKAB
Awalnya, Permen ESDM 7/2020 mewajibkan:
a. Pemegang IUP tahap Eksplorasi;
b. Pemegang IUP tahap Operasi Produksi;
c. Pemegang IUPK tahap Eksplorasi; dan
d. Pemegang IUP tahap Operasi Produksi
untuk menyusun RKAB. Pada Permen ESDM 10/2023, terdapat tambahan terkait pihak yang wajib menyusun RKAB, yaitu Pemegang IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian.

2. Jangka waktu keberlakuan RKAB
Pada Permen ESDM 7/2020, RKAB yang disampaikan bersifat tahunan dan hanya efektif untuk jangka waktu satu tahun saja. Dalam Permen ESDM 10/2023, hal ini berubah menjadi:
a. 1 tahun untuk RKAB tahap kegiatan Eksplorasi; dan
b. 3 (tiga) tahun untuk RKAB tahap kediatan Operasi Produksi dan Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian.
Apabila pemegang IUP/IUPK untuk huruf (b) memiliki jangka waktu keberlakuan izin di bawah 3 tahun, maka jangka waktu RKAB disesuaikan dengan keberlakuan izin tersebut.

3. Jangka waktu penyampaian RKAB
Penyampaian RKAB dibedakan antara tahap kegiatan Eksplorasi dan tahap kegiatan Operasi Produksi. Dalam Permen ESDM 7/2020, antar keduanya tidak dibedakan. Untuk penyampaian RKAB tahap kegiatan Eksplorasi masih memiliki jangka waktu yang sama, yaitu:
a. Paling lambat 30 hari sejak terbitnya IUP/IUPK; dan
b. Untuk RKAB selanjutnya paling cepat 90 hari dan paling lambat 45 hari sebelum berakhirnya tahun takwim untuk RKAB.

Untuk penyampaian RKAB tahap kegiatan Operasi Produksi jangka waktunya sedikit berubah, yaitu:
a. Paling lambat 30 hari sejak terbitnya IUP/IUPK; dan
b. Untuk RKAB selanjutnya paling cepat setelah menyampaikan laporan triwulan dua pada tahun berjalan dan paling lambat 45 hari sebelum berakhirnya tahun takwim untuk RKAB.

4. Persetujuan RKAB
Dalam Permen ESDM 10/2023 tampak perubahan yang cukup signifikan pada tahap persetujuan. Pertama, jangka waktu persetujuan/penolakan dari Dirjen menjadi 30 hari dari yang awalnya 14 hari. Kedua, peraturan ini menimbulkan batasan baru bahwa setelah ditolak, pemegang izin hanya memiliki satu kali kesempatan untuk mengajukan ulang.

5. Perubahan RKAB
Terhadap RKAB dapat dilakukan perubahan maksimal satu kali dalam tahun berjalan. Pada Permen ESDM 7/2020, terdapat 3 kondisi untuk mengajukan perubahan RKAB, yaitu:
a. Keadaan kahar;
b. Keadaan yang menghalangi;
c. Kondisi daya dukung lingkungan.

Dalam Permen ESDM 10/2023, ditambahkan menjadi 6 kondisi, yaitu:
a. Keadaan kahar;
b. Keadaan yang menghalangi;
c. Kondisi daya dukung lingkungan tidak dapat menanggung beban kegiatan operasi produksi;
d. Perubahan kebijakan pemerintah terkait jumlah produksi mineral dan batubara nasional;
e. Tidak terpenuhinya jumlah produksi mineral dan batubara nasional; dan/atau
f. Tidak terpenuhinya kebutuhan mineral dan batubara nasional untuk kepentingan dalam negeri.

6. Sanksi
Pelanggaran terhadap ketentuan RKAB dapat dikenakan sanksi:
a. Peringatan tertulis;
b. Penghentian sementara sebagian atau seluruh kegiatan usaha; dan/atau
c. Pencabutan izin.

Dalam Permen ESDM 10/2023 ini, antar setiap perbuatan telah ditegaskan sanksi apa yang akan diberikan. Bahkan, sanksi pencabutan izin dapat dilakukan langsung tanpa harus melalui tahapan peringatan tertulis, apabila pemegang izin melakukan kegiatan penambangan tanpa memiliki persetujuan RKAB atau tidak menyampaikan permohonan persetujuan RKAB selama 2 (dua) tahun berturut-turut.

Ketentuan terbaru ini hendak memberikan alur penyampaian, persetujuan, dan perubahan yang lebih terstruktur. Tak hanya itu, Permen ESDM 10/2023 juga hendak menekankan kepatuhan dengan adanya sanksi yang jauh lebih tegas.
Read More
HalHal yang Perlu Dipersiapkan Para Pihak Sebelum Memulai iJoint Venturei
October 30, 2024
Kiki Setiawan & Partners Law Office provides legal consultancy related to Corporate & Commercial legal matters, please call us at
+62 21 2963 8070 or drop us an email at mail@ksplaw.co.id.


Joint Venture merupakan istilah untuk usaha gabungan antar dua/lebih perusahaan untuk mendirikan suatu usaha bersama, baik dengan mendirikan suatu perusahaan baru atau menggunakan perusahaan yang sudah ada. Manfaat atau keuntungan dari didirikannya joint venture cukup beragam, diantaranya:
a. Meningkatkan modal dan sumber daya lainnya karena ada para pihak yang masing-masing memasukkan modal dan kebutuhan sumber daya lainnya;
b. Ada transfer teknologi antar para pihak;
c. Meminimalisir risiko yang perlu ditanggung seandainya hanya dijalankan oleh salah satu pihak;
d. Memungkinkan skala usaha untuk berkembang hingga ke ranah global dengan permodalan dan sumber daya yang ada.

Dalam peraturan perundang-undangan, belum dikenal istilah joint venture dan belum ada ketentuan atau peraturan khusus yang mengatur mengenai ini. Istilah yang dikenal adalah “usaha patungan” dan dapat ditemukan dalam Pasal 1 UU No. 25 Tahun 2007 yang berbunyi:

“Penanaman modal asing adalah kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal asing, baik yang menggunakan modal asing sepenuhnya maupun yang berpatungan dengan penanam modal dalam negeri.”

Selain itu istilah ”usaha patungan’ juga dapat ditemukan dalam Pasal 2 PP No. 20 Tahun 1994 sebagaimana diubah PP No. 83 Tahun 2001 yang berbunyi:
“Penanaman modal asing dapat dilakukan dalam bentuk:
a. Patungan antara modal asing dengan modal yang dimiliki warga negara Indonesia dan/atau badan hukum Indonesia; atau
b. Langsung, dalam arti seluruh modalnya dimiliki oleh warga negara dan/atau badan hukum asing”

Meskipun usaha patungan hanya disebut dalam Pasal 1 angka 3 UU No. 25 Tahun 2007 dan Pasal 2 PP No 20 Tahun 1994 yang mengatur mengenai penanaman modal asing, bukan berarti penanaman modal dalam negeri tidak dapat membentuk joint venture. Sehingga demikian, usaha patungan terbagi menjadi dua jenis, yaitu patungan antara modal asing dan modal dalam negeri serta patungan antara modal dalam negri saja.

Secara formil, tidak ada ketentuan yang mengatur mengenai prosedur penyusunan joint venture agreement (JVA), namun dalam praktiknya, prosedur penyusunan JVA adalah sebagai berikut:
1. Persiapan atau feasibility study;
2. Diskusi dan negosiasi (structuring);
3. Membuat Non-Disclosure Agreement;
4. Menyusun klausula-klausula yang telah disepakati dalam non-binding agreement (mis. MoU);
5. Uji tuntas (Due Dilligence);
6. Negosiasi dan penandatanganan JVA;
7. Pendirian perusahaan (memerhatikan UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas);
8. Pemenuhan kewajiban setelah penandatanganan JVA.

Substansi yang harus diperhatikan dalam JVA yaitu:
1. Struktur modal
2. Bisnis/tujuan perusahaan patungan
3. Sumber pembiayaan perusahaan patungan
4. Manajemen dan struktur perusahaan patungan
5. Rapat umum pemegang saham
6. Pembagian keuntungan dan kerugian serta dividen
7. Pengalihan hak atas saham
8. Jangka waktu pengakhiran
9. Hukum yang berlaku serta penyelesaian sengketa
10. Penerapan pasal kerahasiaan
11. Pengalihan hak dan kewajiban kepada pihak lain atau pihak ketiga

Aspek yang juga perlu diperhatikan dalam pencantuman klausul dalam JVA:
1. Kerahasiaan Informasi
2. Ketentuan Pengalihan Hak dan Kewajiban
3. Ketentuan Put or Call Option sebelum JVA
Put option merupakan suatu opsi dimana pemegang saham memiliki hak untuk menjual sahamnya kepada pemegang saham lainnya. Sedangkan call option merupakan suatu opsi dimana pemegang saham memiliki hak membeli saham dari pemegang saham lainnya.
4. Ketentuan Non-Competition
Ketentuan ini berisi prinsip larangan bagi para pemegang saham untuk terlibat atau melakukan kegiatan usaha yang bersaing dengan kegiatan perusahaan JVA.
5. Aspek Reserved Matters
Klausul yang mengatur kewajiban terkait ambang batas persetujuan pemegang saham oleh direksi dalam suatu kegiatan perusahaan.
6. Aspek Drag/Tag Along
Drag along merupakan hak pemegang saham untuk ikut menjual kepemilikannya bersama dengan dijualnya saham milik pemegang mayoritas kepada pihak ketiga. Sementara, tag along merupakan hak pemegang saham yang mengharuskan pemegang saham lainnya untuk menjual saham dalam waktu dan harga per saham yang sama, apabila ada pihak ketiga yang hendak membeli seluruh saham perusahaan.
7. Aspek Hak Kekayaan Intelektual
Aspek ini umumnya diperlukan untuk sektor industri atau manufaktur.

Beberapa dokumen yang perlu diperhatikan pada saat mendirikan perusahaan joint venture mencakup:
1. Share Purchase Agreement (Perjanjian Jual Beli Saham) dan/atau Share Subscribe Agreement (Perjanjian Pengambilan Saham)
Dokumen ini penting apabila joint venture dilakukan dengan penanaman modal pada perusahaan yang sudah ada sebelumnya. Pada dasarnya, kedua dokumen ini merupakan dokumen perolehan saham investor. Perbedaannya, pada SPA, saham diperoleh melalui jual beli dengan pemegang saham. Pada SSA, saham diperoleh melalui pengambilan bagian atas saham baru yang diterbitkan oleh Perusahaan. Dokumen ini menjadi penting untuk membuktikan adanya peralihan saham pada perusahaan yang hendak melakukan usaha patungan.
2. Shareholders Agreement
Berisi kesepakatan antara para pemegang saham usaha patungan mengenai hak dan kewajiban, hubungan di antara pemegang saham, exit clause (cara pemegang saham dapat keluar dari perusahaan), penyelesaian perselisihan, pengoperasian perusahaan. SHA ditandatangani setelah status pemegang saham diperoleh, baik pada usaha patungan yang dilakukan di perusahaan yang telah ada sebelumnya ataupun pada perusahaan baru.
3. Joint Venture Agreement
Berisi hak dan kewajiban dari para pemegang saham dan mengatur hubungan antar pemegang saham sebelum perusahaan patungan didirikan. Maka dari itu, dokumen ini ditandatangani sebelum terbentuknya usaha patungan. Isi dari JVA mirip dengan SHA.

Setelah menyepakati JVA, para perusahaan yang berpatungan dapat membentuk JVC dengan mengikuti prosedur pembentukan PT sesuai UU No. 40 Tahun 2007. Perusahaan joint venture memang umumnya berbentuk PT, walaupun tidak ada kewajiban bagi usaha patungan antar pemodal dalam negri untuk membentuk PT. Yang membedakan JVC dengan PT lainnya adalah:
1. Ada restriksi masuknya pihak lain dalam perusahaan yang dapat disepakati oleh perusahaan yang berpatungan
2. Para pemegang saham dalam JVC bersifat “bekerja sama” dengan kewajiban masing-masing yang telah diatur dalam SHA. Hal ini berbeda dengan pemegang saham pada umumnya yang tidak semuanya memiliki kewajiban dalam berperan aktif terhadap bisnis perusahaan.
3. Adanya penggabungan aspek dari masing-masing perusahaan yang berpatungan, baik sumber daya manusia, keuangan, maupun keahlian. Karakteristik ini dapat ditemukan juga dalam restrukturisasi merger, namun perbedaan yang mencolok adalah bahwa merger menggabungkan dua/lebih perusahaan, sementara JVC adalah dua/lebih perusahaan yang membentuk entitas perusahaan baru.

Read More
Pengenaan Bea Keluar terhadap Barang Ekspor
October 23, 2024
Kiki Setiawan & Partners Law Office provides legal consultancy related to Corporate & Commercial legal matters, please call us at
+62 21 2963 8070 or drop us an email at mail@ksplaw.co.id.


Pemerintah sudah menetapkan jenis barang dan tarif bea keluar khususnya bagi para pelaku usaha yang melakukan ekspor barang ke luar negeri yang akan dikenakan pungutan oleh negara berdasarkan undang-undang kepabeanan. Bea Keluar adalah pungutan negara berdasarkan Undang-Undang Kepabeanan yang dikenakan terhadap barang ekspor. Penetapan tarif bea keluar juga di tentukan oleh harga ekspor dan harga referensi menyesuaikan harga rata-rata internasional maupun harga rata-rata bursa komoditi tertentu di dalam negeri yang ditetapkan secara periodik oleh Menteri yang menyelenggarakan tugas dan fungsi pemerintahan di bidang perdagangan setelah berkoordinasi dengan Menteri/kepala Lembaga pemerintah non Kementerian atau kepala badan teknis terkait.

Berdasarkan Jenisnya tarif Bea Keluar dibagi menjadi :
1. Tarif Bea Keluar ditetapkan berdasarkan persentase dari Harga Ekspor (advalorum)
Besaran tarif bea keluar berdasarkan persentase dari Harga Ekspor adalah maksimal 60% (enam puluh persen) dari Harga Ekspor dengan rumus perhitungan:

Tarif Bea Keluar x Jumlah Satuan Barang x Harga Ekspor x Nilai Tukar Mata Uang.

2. Tarif Bea Keluar ditetapkan secara spesifik
Besaran tarif bea keluar ditetapkan secara spesifik adalah sesuai dengan nominal tertentu yang besarnya equivalen dengan 60% (enam puluh persen) dengan rumus perhitungan:

Tarif Bea Keluar Per Satuan Barang Dalam Satuan Mata Uang Tertentu x Jumlah Satuan Barang x Nilai Tukar Mata Uang.

Jenis barang ekspor yang dikenakan Bea Keluar dan Tarifnya sebagaimana diatur dalam Pasal 2 PMK 39/2022 adalah:
1. Kulit
Besaran tarif Bea Keluar atas barang ekspor berupa Kulit adalah:
a. Jangat dan Kulit Mentah dari Hewan sapi, biri-biri, kambing : 25 %
b. Kulit disamak dari Hewan sapi, biri-biri, kambing : 15%

2. Kayu
Besaran tarif Bea Keluar atas barang ekspor berupa Kayu adalah:
a. Veneer (Lembaran tipis kayu) : 5%
b. Veneer (Wooden Sheet for Packaging Box) : 2%
c. Serpih kayu : 5%
d. Kayu olahan (luas penampang 1.000 mm2 -- 4 .000 mm2) : 5%
e. Kayu olahan (luas penampang 4.000 mm2 -- 10 .000 mm2) : 10%
f. Kayu olahan (luas penampang 10.000 mm2 -- 15 .000 mm2) : 15%

3. Biji Kakao
Besaran tarif Bea Keluar atas barang ekspor berupa Biji Kakao adalah:
a. Biji Kakao dengan harga referensi <= USD2,000 : 0%
b. Biji Kakao dengan harga referensi >USD2,000 -- <= USD2,750: 5%
c. Biji Kakao dengan harga referensi >USD2,750-- <= USD3,500: 10%
d. Biji Kakao dengan harga referensi >3,500 :15%

4. Kelapa sawit, crude palm oil (cpo), dan produk turunannya
Besaran tarif Bea Keluar atas barang ekspor berupa Kelapa sawit, crude palm oil (cpo), dan produk turunannya secara kesuluruhan:
alt text
Berikut adalah penjelasan tarif Bea Keluar berdasarkan Harga Referensi (per ton) :
a. Kelapa sawit, crude palm oil(cpo), dan produk turunannya dengan harga referensi <= USD750 : kolom 1
b. Kelapa sawit, crude palm oil(cpo), dan produk turunannya dengan harga referensi >USD750 -- <= USD800 : kolom 2
c. Kelapa sawit, crude palm oil(cpo), dan produk turunannya dengan harga referensi >USD800-- <= USD850 : kolom 3
d. Kelapa sawit, crude palm oil (cpo), dan produk turunannya dengan harga referensi >USD850-- <= USD900 : kolom 4
e. Kelapa sawit, crude palm oil (cpo), dan produk turunannya dengan harga referensi >USD900-- <= USD950 : kolom 5
f. Kelapa sawit, crude palm oil (cpo), dan produk turunannya dengan harga referensi >USD950-- <= USD1,000 : kolom 6
g. Kelapa sawit, crude palm oil (cpo), dan produk turunannya dengan harga referensi >USD1,000-- <= USD1,050 : kolom 7
h. Kelapa sawit, crude palm oil (cpo), dan produk turunannya dengan harga referensi >USD1,050-- <= USD1,100 : kolom 8
i. Kelapa sawit, crude palm oil (cpo), dan produk turunannya dengan harga referensi >USD1,100-- <= USD1,150 : kolom 9
j. Kelapa sawit, crude palm oil (cpo), dan produk turunannya dengan harga referensi >USD1,150-- <= USD1,200 : kolom 10
k. Kelapa sawit, crude palm oil (cpo), dan produk turunannya dengan harga referensi >USD1,200-- <= USD1,250 : kolom 11
l. Kelapa sawit, crude palm oil (cpo), dan produk turunannya dengan harga referensi >USD1,250 : kolom 12

5. Produk hasil pengolahan mineral logam
Jenis barang ekspor yang dikenakan bea keluar berupa produk hasil pengolahan mineral logam adalah :
a. Konsentrat tembaga dengan kadar ~ 15% Cu
b. Konsentrat besi (hematit, magnetit) dengan kadar ~ 62 % Fe dan $ 1 % TiO2
c. Konsentrat besi laterit (gutit,hematit,magnetit) dengan kadar ~ 50% Fe dan kadar (AbO3+SiO2) ~ 10%
d. Konsentrat pasir besi (lamela magnetit-ilmenit) dengan kadar ~ 56% Fe dan 1 % < TiO2 $ 25%
e. Pellet konsentrat pasir besi (lamela magnetit-ilmenit) dengan kadar ~ 54% Fe dan 1 % < TiO2 $ 25%
f. Konsentrat mangan dengan kadar ~ 49% Mn
g. Konsentrat timbal dengan kadar ~ 56% Pb
h. Konsentrat seng dengan kadar ~ 51 % Zn
i. Konsentrat ilmenite dengan kadar ~ 45% TiO2
j. Konsentrat rutil dengan kadar ~ 90% TiO2

Besaran tarif Bea Keluar atas barang ekspor berupa produk hasil pengolahan mineral logam adalah:
a. Produk hasil pengolahan mineral logam Tahap 1 dengan tingkat kemajuan fisik dari total Pembangunan <=30% : 5%
b. Produk hasil pengolahan mineral logam Tahap 1 dengan tingkat kemajuan fisik dari total Pembangunan >30% -- <=50% : 2,5%
c. Produk hasil pengolahan mineral logam Tahap 1 dengan tingkat kemajuan fisik dari total Pembangunan >50% : 0%

6. Produk mineral logam dengan kriteria tertentu
Besaran tarif Bea Keluar atas barang ekspor berupa Produk mineral logam dengan kriteria tertentu adalah:
a. Nikel dengan kadar < 1,7% Ni : 10%
b. Bauksit yang telah dilakukan pencucian (washed bauxite) dengan kadar ~ 42% Ab03 : 10%
Read More